News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gempa di Lombok

Berkaca dari Gempa Lombok, Gerindra Perlu Ada Evaluasi UU Penanggulangan Bencana

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kerusakan akibat gempa susulan dengan kekuatan 6,5 skala richter mengguncang Lombok, Minggu (19/8/2018) pukul 11.06 WIB.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengapresiasi pemerintah dalam penanganan gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Namun, terdapat sejumlah catatan terhadap kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam penanggulangan bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Baca: Pastikan Pariwisata di Lombok Berjalan Normal, Mayjen TNI Madsuni Tinjau Gili Trawangan

"Saya apresiasi kerja pemerintah dan saya mengerti permasalahan yang dihadapi di lapangan. Tetapi saya mendasarkan masukan dan kritikan saya dari laporan yang masuk sampai hari ini dari para Relawan RSD yang berada di sana. Mulai dari lemahnya koordinasi antar institusi, sampai keterbatasan BNPB menjangkau korban dalam memberikan bantuan," ujarnya dalam keterangan pers, Jumat, (7/9/2018).

Sara mengaku anggota DPR kesulitan mengkomunikasikan informasi dari pemerintah kepada korban gempa, masyarakat, atau lembaga swadaya soal kebutuhan penanganan gempa.

Pasalnya, saat pertama kali gempa terjadi di Lombok, Presiden menunjuk Menkopolhukam sebagai koordinator mitigasi.

Padahal, sepengetahuan Komisi VIII DPR RI dan berdasarkan UU, koordinator penanggulangan bencana adalah mitra kerja mereka yakni BNPB.

"Hari pertama, korban sudah banyak, keadaan chaos, tetapi para relawan atau lembaga-lembaga yang ada disana, masih bingung siapa yang menjadi koordinator. Mungkin karena kantor BPBD setempat rusak dan jumlah SDM mereka yang sangat terbatas dan terlihat kewalahan menangani skala kerusakan dan cakupan wilayah yang terdampak," katanya.

Persoalan lain adalah keterbatasan BNPB dalam menjangkau korban dalam memberikan bantuan.

Berdasarkan laporan BNPB sebanyak 396 ribu jiwa menjadi korban dalam gempa Lombok.

Namun hingga saat ini BNPB baru mampu menyalurkan Dana Siap Pakai (DSP) bagi 5 ribu lebih rekening.

"Semakin aneh bagi saya saat pemerintah dengan kondisi keterbatasan memberi bantuan, tapi membuat kebijakan menolak bantuan luar negeri dengan alasan yang aneh juga," ujarnya.

BNPB dalam pemaparannya mengakui menolak bantuan asing karena keberadaannya dalam mitigasi bencana lebih banyak negatifnya.

Orang asing menurut BNPB sering kali mengungkapkan ke publik hal-hal yang mengganggu kinerja penanganan bencana.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini