News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tinggal Satu Langkah Lagi Polda Jabar Tetapkan Evie Effendi Tersangka Kasus Ujaran Kebencian

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ustaz Evie Effendi (kedua dari kiri) melakukan pertemuan dengan Ketua MUI Jabar Rahmat Safei (kanan), Sekretaris Umum Rafani Ahyar (kedua dari kanan), dan sejumlah pengurus MUI lainnya di Kantor MUI Jawa Barat, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (13/8/2018). Pertemuan ini dalam rangka tabayun atau meminta penjelasan terkait ceramah unstaz nyentrik tersebut yang diduga membuat sebagian umat Islam tersakiti. Kepada MUI Jabar, Ustaz Evie secara resmi meminta maaf dan mengakui kesalahannya, karena keterbatasan ilmu dalam menafsirkan Alquran. MUI Jabar juga sudah menerima informasi kalau pada video yang viral itu bukan video lengkap, melainkan sudah dipotong pengunggahnya. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar memerlukan satu lan‎gkah lagi untuk menetapkan Evi Effendie sebagai tersangka kasus ujaran kebencian, setelah dilaporkan pengurus Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jabar, Hasan Malawi.

Direktur Ditresk‎rimsus, Kombes Samudi mengatakan penyidik sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup dalam kasus ini.

Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Kemudian, Pasal 66 ayat 1 dan 2 Peratoran Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri, disebutkan bahwa status tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit dua jenis alat bukti.

Baca: Eko Purnomo Bingung Rumahnya Dikepung Bangunan Tetangga hingga Tak Punya Akses Jalan

Kemudian di ayat 2 menyebutkan bahwa dua alat bukti permulaan itu ditentukan melalui gelar perkara. Sedangkan berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dua alat bukti yang sah yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

"Kasusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Dua alat bukti sudah kami kantongi, ‎memang tinggal penetapan dan sudah bisa menetapkan tersangka. Tapi begini, pada proses penyelidikan ke penyidikan perlu gelar perkara itu sudah dilakukan. Dari penyidikan ke penetapan tersangka perlu gelar perkara lagi, itu yang belum makanya gelar perkara lagi baru bisa penetapan tersangka," ujar Samudi via ponselnya, Selasa (11/9/2018).

Dua alat bukti yang dimiliki penyidik salah satunya ucapan Evie Effendi melalui sejumlah postingan di media sosial kemudian keterangan saksi ahli yakni ahli agama dan ahli pidana.

"‎Ahli dari ITE dan pidana tentunya nanti dari ahli bahasa. Kasus ini jadi penyidikan karena ada kalimat-kalimat menurut ahli menimbulkan keresahan, perasaan dapat menimbulkan gejolak dan itu diucapkan dan disitu ada faktanya, tentunya itu terpenuhi unsurnya. ‎Ahli agama sudah menyatakan bahwa ucapan (Evie Effendi keliru). Untuk ahli pidana nanti disampaikan setelah gelar perkara ya," kata Samudi.

Baca: Usulan 575 Formasi CPNS 2018 Pemkot Denpasar Ditolak Pemerintah Pusat

Seperti diketahui, ceramah Ustadz Evie Efendi jadi viral dan kontroversial.

Saat itu, ia menafsirkan Al Quran Surat Ad Duha ayat 7 yang menyebutkan soal Nabi Muhammad SAW.

"....Karena setiap kita bodoh ada di Quran Surat AD Duha, dollan fahada. Setiap orang itu sesat awalnya, Muhammad termasuk. Makanya kalau ada yang Mauludan, ini memperingati apa ini? Peringati kesesatan Muhammad. Kok ustadz wani sebut. Muhammad sesat, kan ker orok ge teu nyaho nanaon..." ujar Evie dalam salah satu kutipan ceramahnya yang viral di media sosial.

Terkait pasal yang akan dikenakan, kata Samudi, penyidik masih harus melakukan gelar perkara lebih dulu. Namun, pasal terkait ujaran kebencian yang berkaitan tidak lepas dari Pasal 28 UU ITE, Pasal 156 ‎KUH Pidana tentang penistaan agama.

"Untuk penerapatan pasal nanti setelah gelar perkara. Intinya antara dua pasal itu saja," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini