Laporan Wartawan Surya Benni Indo
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Sejarawan asal Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menduga gorong-gorong di kawasan Jl Kanjuruhan, RT 4/RW 3, Tlogomas merupakan peninggalan masa Hindu-Budha.
Dwi menjelaskan, tinggalan arkeologis itu berada di bantaran selatan Kali Metro.
Tanah di sebelah selatannya berupa tebing curam membujur timur-barat.
"Lantaran bertebing curam, maka dapat dipahami bila dasar tebing ini memiliki potensi air yang besar kategori sumber resapan. Sayang sekali, kini tebing bagian bawahnya dibangun plesengan batu dan lorong, sehingga gambaran adanya potensi resapan airnya tak lagi tampak," ujar Dwi, Sabtu (29/9/2018).
Dipaparkan lebih jauh oleh Dwi, ada indikasi bahwa gorong-gorong ke arah timur semakin menyempit, dan sebaliknya ke arah barat kian melebar.
Kemungkinan mulut saluran berada tepat di tebing sisi selatan Kali Metro, sekitar 25 meter dari jembatan kecil yang menyebarang Kali Metro.
Dwi meyakini, ini adalah saluran air bawah tanah artificial (buatan) dari masa lampau.
Katanya, menurut sumber data tekstual Masa Hindu-Buddha (prasasti maupun susastra) untuk menamai bangunan dan struktur demikian adalah "arung".
Dwi memaparkan, indikator bahwa temuan ini adalah "saluran air bawah tanah" melihat posisi saluran berada di bawah tanah, sehingga tepat disebut dengan "saluran bawah tanah".
Selain itu, saluran digali secara horisontal pada lapisan yang cukup keras, yaitu tanah padas.
Temuan arung berada di bantaran Kali Metro, yang konon diyakini sebagai sungai suci. Airnya diidentikkan dengan "tritramreta (air kehidupan, air keabadian)".
Semenjak masa bercocok tanam di zaman prasejarah, kemudian memasuki masa Hindu-Buddha, dan seterusnya hingga sekarang lembah dan sekitar DAS Metro menjadi areal bermukim.
Kasi Pemasaran Pariwisata Disbudpar Kota Malang, Agung Harjaya Buwana mengatakan, atas temuan itu, pihaknya akan mengadakan rapat Tim Ahli Cagar Budaya. Rapat itu akan membahas tindakan apa yang akan dilakukan atas temuan itu.
"Jadi temuan gorong-gorong yang ditemukan warga dan menjadi salah satu perhatian Disbudpar. Informasi itu bagian dari jejak sejarah dan peradaban," ujar Agung.
Menurut Agung, temuan itu dapat diartikan bahwa kondisi sekitar memiliki sistem periairan yang bagus. Pasalnya tidak semua daerah memiliki teknologi arung.
"Malang bagian barat, di kawasan Tlogomas menunjukkan adanya pusat peradaban masa lalu," ungkapnya.
Disbudpar belum merencanakan apakah tempat itu berpotensi untuk dijadikan tempat wisata atau bukan. Namun Disbudpar memastikan untuk menjaga kawasan itu hingga waktu yang belum ditentukan.
"Paling tidak agar masyarakat mengenal keberadaan sejarah mereka," tutup Agung.