TRIBUNNEWS.COM, MANADO – Tiga atlet paralayang Sulawesi Utara, Petra Mandagi, Glen Mononutu dan Frangky Kowaas hilang dalam musibah gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.
Mereka berada di Hotel Roa-roa bersama tujuh atlet dan kru lainnya saat gempa disusul tsunami menghantam Palu dan Donggala, Jumat (28/9/2018).
Keluarga tiga atlet dan kru yang hilang terus berupaya mencari kabar sanak keluarga mereka.
Inyo Rumondor, anggota keluarga Frangky Kowaas mengatakan, Nelfie, istri Frangky sudah bertolak ke Palu, Minggu kemarin dengan menggunakan pesawat Hercules.
"Istri Kowaas berangkat bersama tim, turut bersama tim, loder pengangkut alat berat dari Denzipur," kata dia.
Menurut Inyo, keluarga Kowaas lainnya berkumpul di rumah Frangky beralamat di Kelurahan Ranotana, Manado. Mereka menggelar doa bersama untuk keselamatan Frangky.
"Hari itu pula bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) salah satu anak Frangky bernama Lingkan," kata dia.
Inyo menyatakan, sejam sebelum gempa, Frangky melakukan kontak dengan keluarga. Kala itu, Frangky mengatakan, sudah berada di dalam hotel.
"Kita tidak tahu apakah dia masih di hotel atau sudah keluar saat kejadian terjadi, hubungan komunikasi juga terputus," kata dia.
Inyo menuturkan, keluarga yakin Frangky selamat.
"Saya berkeyakinan ia selamat. Frangky punya kemampuan survive, yang pasti kami keluarga mempercayakan semua upaya penyelamatan pada pemerintah dan pihak terkait. Harapan kami, Frangky dalam keadaan selamat," kata dia.
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (SPRD) Sulut, Bartolomeus Mononutu turut terlibat dalam upaya pencarian anaknya, Glen Mononutu.
Baca: Fitri Ditemukan Selamat Tertimpa Bangunan Hotel Roa-roa Setelah Teriak-teriak Minta Makan dan Minum
"Sampai saat ini belum ada kabar," kata dia singkat saat dihubungi Minggu pagi.
Mononutu diketahui berangkat ke Palu sejak Minggu pagi.
Sementara penerjun wanita Sulut, Pingkan Mandagi, saudara kandung Petra Mandagi mengatakan, keberadaan saudaranya masih belum diketahui.
Dikatakan Pingkan, sudah ada upaya pencarian dari timnya. Keluarga juga menggelar doa di Kalasey.
Inyo Rumondor dari Federasi Paralayang mengatakan, dari paralayang pusat telah mengirim tim untuk membantu proses pencarian korban yang masih hilang.
Ada tiga atlet paralayang dan dua kru asal Sulut masih hilang.
Belum Ditemukan
Atlet penerjun paralayang yang hilang saat bencana gempa dan tsunami Palu, hingga saat ini belum ditemukan.
Ada 10 nama yang tercatat antara lain Rachmat Sauma, Reza Kambey (kru), Ardi Kurniawan, Fahmi Malang, Frangky Kowaas dan Lauren Kowaas (kru), Glen Montolalu, Dong Jin, Triad, dan Petra Mandagi.
Mereka adalah atlet tim penerjun paralayang dan X-Country dari Sulut, Jawa, Jakarta, Surabaya dan Makassar yang berpartisipasi dalam acara tahunan Pesona Palu, Lamoni, di Pantai Talise.
"Alhamdulillah sebagian besar selamat dan sudah ada kontak," kata Weni, salah satu anggota komunitas ini yang mendapat informasi dari group Komunitas Paralayang Indonesia kepada Tribun.
Sejatinya para atlet ini masuk ke Palu sejak Kamis dan Jumat. Sebelumnya Petra Mandagi, putra mendiang Theo Mandagi, sudah dilaporkan aman.
Namun, keluarga Petra mengonfirmasi hingga saat ini Petra belum bisa dikontak.
Informasi yang diterima Tribun, tercatat ada 34 peserta lomba X Country, 5 atlet lokal, 4 atlet asing, ada lima anggota timnas. Mereka sebagian besar menginap di Hotel Roa-Roa.
Pingkan, kakak dari Petra kepada Tribun mengatakan, Petra terakhir kali berkomunikasi dengan istrinya pukul 18.31 Wita. Petra menghubungi istrinya setelah tsunami terjadi.
Informasi dari Pingkan, saat itu Petra berada di Hotel Roa-roa lantai 7.
"Saat ponselnya di-tracking, posisinya ada di beberapa ratus meter dari hotel," terangnya.
Keluarga hingga saat ini masih terus berupaya mencari keberadaan Petra.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), M Syaugi mengatakan, proses evakuasi masih dilakukan di Hotel Roa-roa di Jalan Patimura, Kota Palu yang ambruk akibat diguncang gempa bermagnitudo 7,4 pada Jumat.
Baca: Profesor dari Jepang Ingatkan akan Terjadinya Gempa Susulan di Sulawesi
Menurut Syaugi, diduga masih banyak tamu hotel yang tertimbun di bawah reruntuhan.
"Informasi dari manajer hotel. Kurang lebih 50-60 orang belum dievakuasi dalam reruntuhan bangunan ini. Namun beberapa sudah kita evaluasi ada yang selamat dan meninggal dunia," katanya, Minggu (30/9/2018).
Syaugi sempat meninjau sejumlah sudut hotel yang diperkirakan masih terdapat korban yang tertimbun runtuhan bangunan beton.
"Bangunan ini ambruknya betul-betul kolaps. Bisa saja ada yang masih hidup, tapi belum bisa evakuasi karena belum ada alat berat," ungkap Syaugi.
Dia mengatakan, sejak kemarin Basarnas sudah memulai pencarian korban di Hotel Roa Roa.
Namun, menurut Syaugi, upaya tersebut belum berjalan maksimal karena tidak tersedia alat berat.
"Kami butuh alat berat eskavator karena kami tidak bisa maksimal kalau bukan alat berat. Kemudian kalau personel masuk risiko karena getaran masih selalu terasa," tuturnya.
Syaugi berharap, pemerintah setempat bisa membantu evakuasi secara maksimal dengan menyediakan alat berat.
"Pemerintah harus sediakan alat berat. Yah kalau bisa dipinjamkanlah karena kasihan kalau masih ada yang hidup. Ini persoalan waktu jangan sampai meninggal karena lemas," ujarnya.
Sejauh ini, lanjut dia, Basarnas sudah mengerahkan 260 orang personel yang tersebar di lima titik di Palu, Sigi dan Donggala.
Korban Gempa Tsunami
71 WNA Terdampak
- 1 orang Singapura dievakuasi ke Jakarta
- 1 orang Belgia dievakuasi ke Jakarta
- 1 WNA Korea Selatan yang belum diketahui
- 3 WNA Prancis dan 1 Malaysia kondisinya belum diketahui
- 1 WNA Jerman dipastikan dalam kondisi aman
- 32 WNA asal Thailand kondosinya aman
- 21 WNA asal Tiongkok kondisinya aman
Korban Tewas
- 821 orang di Palu
- 11 orang di Donggala
- Donggala dan Sigi belum ada laporan
Sumber: BNPB
Korban Tewas Jadi 832 Orang
Korban tewas akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala bertambah jadi 832 orang.
Informasi terbaru tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho Minggu (30/9/2018) siang.
"832 orang meninggal dunia terdiri di Kota Palu 821 orang dan Donggala 11 orang," kata Sutopo.
Korban tewas akibat tertimpa bangunan dan tersapu tsunami.
Sutopo mengatakan, jumlah korban kemungkinan masih akan terus bertambah karena pencarian dan evakuasi terus dilakukan.
Proses pencarian dan evakuasi korban hari ini fokus di Hotel Roa Roa yang runtuh, Ramayana, Pantai Talise, hingga perumahan Balaroa.
"Di Hotel Roa Roa diperkirakan ada 50-an orang korban," lanjutnya.
Sutopo mengatakan, operasi SAR tidak mudah karena terkendala listrik padam, minimnya fasilitas alat berat, hingga terputusnya akses menuju lokasi.
Gempa juga menyebabkan gelombang tsunami yang terjadi di Pantai Palu dengan ketinggian 0,5 sampai 1,5 meter, Pantai Donggala kurang dari 50 sentimeter, dan Pantai Mamuju dengan ketinggian 6 sentimeter.
Tsunami diperkirakan sampai ke daratan pada pukul 17.22 WIB atau 18.22 Wita.
Tidak hanya Hotel Roa Roa yang luluh lantak, sebuah pusat perbelanjaan juga rusak. Pusat perbelanjaan atau mal terbesar di Kota Palu, Mal Tatura di Jalan Emy Saelan, Palu, hancur dan nyaris ambruk.
Masih ada puluhan hingga seratusan orang yang terjebak di dalam pusat perbelanjaan empat lantai yang dibangun pada tahun 2006 itu.
"Menurut salah seorang pegawai mal yang ditemui, para korban yang terjebak di dalam mal yang ambruk sebagian itu belum dievakuasi," kata Kepala LKBN Antara Biro Sulawesi Tengah, Rolex Malaha.
"Informasi sementara, yaitu berbagai bangunan, mulai rumah, pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, dan bangunan lainnya ambruk sebagian atau seluruhnya. Diperkirakan puluhan hingga ratusan orang belum dievakuasi dari reruntuhan bangunan," ujar Sutopo.
Di Rumah Sakit Budi Agung Palu di Jalan Maluku terdapat 14 jenazah yang dibawa dari Mal Tatura berada di rumah sakit itu.
Seratusan orang yang terluka seperti patah kaki dan luka-luka lainnya masih berada di halaman rumah sakit dan sebagian ruang pasien, tetapi saat itu tidak langsung ditangani secara medis karena belum ada dokter yang menangani.
BNPB melaporkan, di hotel yang memiliki 80 kamar itu, ada 76 kamar yang terisi oleh tamu hotel yang menginap.
Menurut sejumlah orang yang ditemui di hotel yang roboh itu, banyak korban yang berada dalam reruntuhan gedung hotel.
Rumah Sakit Anutapura di Jalan Kangkung, Kamonji, Kota Palu, yang berlantai empat pun roboh.
Bahaya Sesar Palu Koro
Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG mengatakan, gempa Donggala Sulteng bersumber dari sesar Palu Koro.
Disebabkan oleh sesar Palu Koro yang berada di sekitar Selat Makassar.
Sejarah mencatat, sebagian besar gempa di wilayah Sulteng disebabkan oleh sesar Palu Koro. Wilayah sekitar Palu juga pernah dilanda tsunami sebelumnya akibat sesar itu.
Gempa utama adalah yang bermagnitudo 7,4 (sebelumnya 7,7 dan telah direvisi), terjadi pada pukul 17.02 WIB. Tsunami diprediksi tiba 20 menit kemudian.
Untuk mekanisme gempa, sebab lebih spesifiknya adalah segmen Palopo. Di situ terjadi gerakan dengan mekanisme sesar mendatar.
Serial gempa yang terjadi kali ini mungkin memiliki mekanisme dan sumber yang lebih kompleks untuk diuraikan.
Banyak gempa di Sulawesi selama ini terjadi dengan mekanisme strike slip dan bersumber dari aktivitas sesar Palu-Koro.
Wilayah “leher angsa” Sulawesi memang dikenal memiliki sistem geologi yang komples.
Di sana, terdapat blok Toli-toli yang bergerak searah jarum jam, blok Sulawesi Barat yang bergerak berlawanan arah, dan tekanan dari Sulawesi Trench.
Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip sinistral).
Sesar Palu Koro adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua, dimulai dari batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar hingga ke Teluk Bone.
Sesar ini dikatakan sangat aktif hingga pergerakannya mencapai 35 sampai 44 milimeter per tahun.
Kota Palu berkembang di atas sesar Palu Koro.
Sesar Palu Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di indonesia, setelah patahan Yapen, Kepulauan Yapen, Papua Barat, dengan pergerakan mencapai 46 milimeter per tahun.
Pada tahun 1927, kota Palu pernah mengalami gempa serupa yang menyebabkan 14 orang meninggal.
Kemudian pada tahun 1930, gempa menimbulkan tsunami dua meter dan tidak menyebabkan korban.
Kemudian 1996 di selat Makassar, gempa menimbulkan tsunami dengan tinggi 3,4 meter.
Lalu tahun tahun 2005 dan 2008 juga pernah terjadi. (Tribun/dtc/kps/art/tribun/kps)
Artikel ini telah tayang di Tribunmanado.co.id dengan judul Petra Sempat Telepon Istri usai Gempa Palu: Tiga Penerjun Asal Sulut Hilang