News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Desa Belum Temukan Pengganti Tanah Kas yang Terdampak NYIA

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Progres pembangunan landasan pacu NYIA sepanjang 3.250 meter di Temon, Kulonprogo. Tampak dalam gambar, kawasan pantai selatan yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari proyek bandara tersebut.

Laporan Wartawan Tribun Jogja Suluh Pamungkas

TRIBUNNEWS.COM, KULON PROGO - Tanah milik desa yang terakuisisi proyek pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon hingga saat ini belum dilakukan penggantian lahan.

Pemerintah desa kesulitan menemukan kecocokan nilai dan luasan tanah.

Peraturan Gubernur (Pergub) DIY nomor 34 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa menyebut bahwa desa berkewajiban mencarikan tanah desa pengganti.

Nilai tanah desa pengganti sama dengan harga tanah desa yang dipergunakan untuk kepentingan umum.

Biaya operasional pengadaan tanah pengganti itu menjadi tanggung jawab pemrakarsa pembangunan bandara yakni PT Angkasa Pura I.

Adapun tanah desa yang terdampak NYIA meliputi Sindutan, Jangkaran, Palihan, Glagah dan Kebonrejo.

Kepala Desa Palihan, Kalisa Paraharyana mengatakan sudah dua tahun berjalan sejak akuisisi tanah desa untuk proyek bandara itu dilakukan namun hingga kini memang belum didapatkan tanah penggantinya.

Baca: Kereta Bandara Masih Sepi Penumpang, Okupansi Hanya 30 Persen

Dana operasional untuk penggantian tanah itu baru dicairkan pada bulan lalu senilai Rp3,8 miliar untuk lima desa terdampak sehingga proses penggantian tanah baru berjalan beberapa waktu belakangan.

Pihaknya masih berupaya mencari tanah yang layak dan sesuai kriteria serta mengumpulkan penawaran-penawaran dari masyarakat.

"Kami belum sempat mencari karena dana operasionalnya baru dibayarkan. Yang paling memungkinkan jelas membeli tanah pribadi dan kami harapkan warga bisa membuat penawaran,"kata Kalisa, Jumat (5/10).

Palihan semula memiliki tanah desa seluas total 24 hektare namun kemudian terakuisi proyek bandara 14 hektare dan terpakai untuk program relokasi warga terdampak seluas 6 hektare.

Seluruh tanah pelungguh (jatah tunjangan kepala desa dan perangkat) maupun pengarem-arem (tunjangan purna tugas) ludes terpakai proyek bandara.

Luasan tanah desa terisa hanya sekitar 2 hektare untuk areal makam, balai desa, dan Sekolah Dasar (SD) Mlangsen. Sedangkan areal sawah hanya tersisa 3.000 meter persegi.

"Ngga ada pelungguh ya sekarang prihatin. Kasihan lagi yang purna tugas karena seharusnya dapat bagian seperlima dari pelungguh tapi kini tidak dapat apa-apa,"kata Kalisa. (tribunjogja)

 


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini