“Pernah dulu nitip uang Rp 5 juta,” ungkap Firza di hadapan majelis hakim.
Sumaryo, petugas Lapas Kalianda, mengaku pernah diberi uang saat ditugaskan Kalapas untuk mengantarkan Marzuli berobat ke rumah sakit.
“Tapi, (ternyata) tidak berobat. (Marzuli) Malah pergi ke kondangan. Dikasih Rp 1 juta. Saya gak bisa bantah, karena yang menugaskan saya Pak Kalapas sendiri,” ungkapnya dengan lirih.
Sementara mantan anggota Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kelas IIA Kalianda Sutardjo mengaku tahu Marzuli mendapatkan fasilistas istimewa, termasuk ponsel.
“Ya tahu. Tapi, dibiarkan karena dia (Marzuli) mempunyai kedekatan khusus dengan Kalapas,” sebutnya.
Jaksa penuntut umum Roosman Yusa menuturkan, ketiga terdakwa diancam pidana pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau pasal 112 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut Yusa, ketiganya disangkakan ancaman tersebut karena perbuatan yang dilakukan ketiganya bermula saat terdakwa Adi Setiawan bersama Marzuli, Rechal, Muchlis Adjie (dakwaan terpisah), Aling (DPO), M Ciko Arrasyd alias Ciko (DPO), dan Hendri Winta (tewas saat ditangkap), melakukan permufakatan jahat menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar menyerahkan, menerima narkotika golongan I melebihi 5 gram berupa sabu seberat 2,782,38 dan 4.000 butir ekstasi dengan berat 1,845,35 gram, Minggu, 6 Mei 2018.