TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sejumlah pria paruh baya tengah bercengkrama di area yang disebut Pendopo Pokja FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat).
Beberapa di antaranya menikmati siang hari sambil bermain bilyar, yang diletakkan di bagian kiri pendopo yang terletak di dekat pintu masuk utama RW V Wisma Kedung Asem Indah tersebut.
Sedangkan sisanya bersantai di depan sekretariat FKPM.
“Kalau Anda lihat di tempat penyimpanan di sebelah sekretariat itu, ada alat-alat karaoke, band, sampai gamelan juga ada. Biasanya sore-sore ramai warga karaoke di sini,” tutur Hendro Sudjiono (64), anggota FKPM bagian pembangunan, Rabu (24/10/2018).
Meski hari-hari mereka banyak dilewati dengan senang-senang, tak serta-merta menumpulkan ketajaman para anggota yang kebanyakan telah pensiun itu, untuk melawan siapapun yang mengancam keamanan warga kampung.
Baca: Main Piano Lalu Pesan Kopi, FX Ong Kumpulkan Karyawan Jelang Ditemukan Tewas
Sesuai namanya, FKPM yang telah dibentuk sejak tahun 2006 ini merupakan forum yang membantu membereskan masalah masyarakat, tanpa melibatkan pihak berwenang.
Menurut Hendro, FKPM pada masa itu hadir sebagai wujud permintaan Kapolres Surabaya Timur kala itu, Juansih.
“Dulu banyak kampung yang punya FKPM, tetapi mati semua. Tinggal di sini saja dan Wonorejo, namun yang di Wonoreo itu anggotanya satpam, kalau di sini warga sendiri. Di Jakarta hanya ada satu FKPM,” katanya.
Sebagai garda terdepan warga, FKPM telah menghadapi berbagai problem, mulai dari yang serius sampai melibatkan penagih hutang, sampai satu di antara Kapolres Surabaya yang kerap mendatangi rumah simpanannya.
“Ada warga yang hutang sama orang Madura, lalu debt collector masuk kampung tanpa sepengetahuan kami, lalu mengeroyok warga tersebut. Nah tuan rumah melapor, kami tangani. Itu debt collectornya sudah bawa-bawa celurit,” cerita Abdul Fattah (60), bendahara RW sekaligus anggota FKPM.
Baca: Prabowo Lama Hidup di Luar Negeri, Sudjiwo Tedjo: Dia Cinta Banget Sama Negerinya Atau Benci Sekali?
Fattah mengaku ia dan kawan-kawannya tak gentar kala itu, karena mereka juga membawa tetangga yang bekerja di bidang keamanan.
Kehadiran FKPM, katanya, sebagai pengingat bahwa penagih utang tidak bisa semena-mena di wilayah mereka.
Apalagi, sampai membawa senjata tajam.
“Akhirnya diselesaikan baik-baik di sekretariat. Mereka membuat perjanjian pelunasan di sini, dan kami menjadi saksi,” ujarnya.
Sedangkan kisah perempuan simpanan berawal dari laporan satpam, yang melihat perempuan tersebut membawa pria di mobilnya.
Namun, pria tersebut berusaha sembunyi dengan cara merebahkan diri di tempat duduk belakang.
“Akhirnya kami berusaha selidiki, yang perempuan simpanan kan mengontrak di sini. Lalu memang benar ternyata hubungan tanpa pernikahan. Kami pun berusaha membicarakan baik-baik. Memang tidak boleh keluar masuk tanpa izin, apalagi sama laki-laki tanpa surat nikah,” terang Hendro.
Menurut Didik Edy Susilo (63), ketua RW V Kedung Asem Indah, keamanan merupakan kebutuhan warga, yang sama pokoknya dengan kebutuhan makan-minum.
Tiap ada masalah, warga bisa melapor ke pos satpam, kemudian satpam akan mengontak ketua RT.
Karena anggota RT otomatis menjadi anggota FKPM, FKPM bisa langsung mendatangi sumber permasalahan, lalu dibawa ke sekretariat.
Masing-masing RT memiliki anggota FKPM yang ditunjuk sebagai komandan.
“Surabaya bahaya sekali, banyak bandit. Makanya warga harus waspada. Inginnya ya kampung ini aman dan nyaman. Warga kalau meninggalkan rumah dan pergi bekerja tetap merasa aman,” harapnya.
Rekam jejak keberhasilan FKPM ini terdengar sampai Jepang.
Adalah Anzai Toshiya, anggota tim verifikator Kepolisian Jepang yang bertandang ke Kedung Asem Indah.
Didik mengatakan, pria tersebut terkesan dengan FKPM, karena sistem yang diberlakukan di Jepang hampir sama, yakni permasalahan lingkungan diselesaikan tanpa membawa pihak berwenang. (Delya Octovie)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Cerita Warga Wisma Kedung Asem Indah Tangkap Basah Tetangga yang Jadi Simpanan Kapolres,