TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Tradisi literasi (membaca dan menulis) Arab menempati posisi penting dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan Islam.
Ia menjadi jembatan penghubung antara ajaran Islam (wahyu al-Qur’an) dengan peradaban-peradaban (terutama khazanah intelektual).
Tradisi literasi juga sangat berguna, karena mampu mendokumentasikan wahyu dalam bentuk teks tertulis, yang memungkinkan untuk dikaji oleh generasi Islam pada masa-masa selanjutnya termasuk generasi milenial saat ini.
Melalui workshop metode pengajaran Nahwu shorof dan metode Tamyiz di Pondok pesantren Wakaf Literasi Islam Indonesia (WALI), Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu (27/10/2018).
Acara tersebut turut dihadiri oleh Husein Sanusi sebagai praktisi media serta diikuti oleh guru - guru TPQ dari daerah Salatiga dan sekitarnya.
Pimpinan Ponpes Wali, Kyai Anis Maftuhin mengatakan, akan menciptakan insan Literasi dikalangan santri Ponpes Wali.
"Kemajuan literasi Islam sangat ditentukan oleh kemampuan generasi muslim dalam menguasasi ilmu nahwu sorif Sebagai kunci untuk memahami mayoritas literasi Islam yang berbasis bahasa arab," ungkap Kyai Anis Maftuhin kepada para peserta.
Senada dengan Kyai Anis Maftuhin, Pembina yayasan Wali, Luqman Hakim Arifin menambahkan bahwa pengajar pesantren harus melek teknologi agar pembelajaran semakin inovatif.
"Para pengajar pendidikan Islam harus adaptis dengan perubahan teknologi dan kultur genarasi. Hal itu agar pelajaran yg diajarkan menjadi semakin menarik bagi milenial," kata Luqman.
Diketahui pengajaran ilmu Nahwu Shorof sebenarnya hanya membahas dari pola kalimat, unsur kalimat, dan strukturnya. Bersama dengan metode Tamyiz (metode cepat 100 jam) diharapkan santri dapat mahir terjemah Al-Qur'an dan membaca kitab kuning.