TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO - Hingga Rabu (31/10/2018), sudah 90 orang warga Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dipulangkan dalam keadaan sudah meninggal.
Demikian data yang disampaikan Pater Paul Rahmat SVD dari Vivat Indonesia dalam laporannya pada Pembukaan Consultative Group Meeting On Anti Human Trafficking in Indonesia and Timor Leste, di Luwansa Beach Resort Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Rabu (31/10/2018).
"Rata-rata sebulan ada sembilan TKI kita meninggal di tempat kerja di luar negeri. Jumlah ini cenderung meningkat tiap tahun," kata Paul Rahmat.
Menurut Paul Rahmat, kematian para TKI tersebut hanyalah salah satu titik dari sebuah mata rantai yang panjang dan kompleks dari persoalan tata keloloa migrasi dan perdagangan manusia di Indonesia dan NTT khususnya.
Baca: Kronologi TKI Dieksekusi Mati di Arab Tanpa Pemberitahuan, SBY dan Habibie Sempat Berusaha Menolong
Pertemuan konsultasi tersebut berlangsung tiga hari hingga Jumat (2/11/2018) besok.
Pertemuan dibuka oleh Wakil Gubernur NTT Yosef Nae Soi, dihadiri Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, jajaran Forkopimda dan pimpinan SKPD Manggarai Barat.
Peserta pertemuan sebanyak 46 orang dari seluruh Indonesia dan Timor Leste.
Baca: Bodi Besar Lion Air JT610 Terbenam Lumpur, Diduga Ada Korban
Mereka mewakili berbagai lembaga, seperti LSM lokal dan nasional, lembaga internasional seperti IOM, ILO dan MM, lembaga berbasis agama, pemimpin-pemimpin agama, perwakilan pemerintah, pegiat hak asasi manusia, lembaga peneliti dan media, dan dua korban sekaligus penyintas perdagangan orang.
Di antara para peserta adalah 10 organisasi mitra yang disupport oleh Mensen met een Missie (MM) Belanda.
Dilihat dari daerah asalnya, para peserta umumnya datang dari empat wilayah, yakni NTT, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Pater Paul Rahmat mengatakan, pertemuan tiga hari ini menegaskan keyakinan dan harapan bahwa di ujung terowongan yang gelap perdagangan manusia, kita mampu melihat seberkas cahaya pengharapan.
"Kita bersama-sama berusaha meniti jalan untuk keluar dari terowongan gelap tata kelola migrasi dan perdagangan manusia menuju penghormatan martabat dan perlindungan hak-hak asasi manusia, termasuk hak untuk bekerja secara layak dan bermartabat, baik di dalam maupun di luar negeri," kata Pater Paul Rahmat.
Pater Paul Rahmat berharap melalui pertemuan konsultasi ini akan terbangun kerja sama yang lebih erat dan jejaring nasional yang menghubungkan keempat daerah tersebut dan daerah-daerah lainnya di Indonesia dan Timor Leste.
Dia mengaku cukup terkesan dengan pernyataan-pernyataan publik Gubernur NTT yang mengedepankan kebijakan moratorium pengiriman TKI NTT ke luar negeri.