Sembilan terpidana mati itu termasuk dalam rombongan 63 napi kasus terorisme dan narkoba yang dipindah ke Nusakambangan dari Lapas Gunung Sindur.
Dari jumlah tersebut, 29 di antaranya merupakan napi kasus narkoba dan 34 lainnya napi tindak pidana terorisme.
Mereka dipindah ke Nusakambangan dengan pertimbangan keamanan dan untuk kepentingan pembinaan. Sebab, mereka yang dipindah terkategori napi risiko tinggi (high risk).
Napi disebut berisiko tinggi dengan sejumlah indikator, di antaranya menjalani masa hukuman yang lama atau berat.
Jika tak mendapatkan pengamanan khusus, para napi ini juga dikhawatirkan tetap bisa melakukan perbuatan melawan hukum dari balik jeruji penjara.
Napi kasus terorisme misalnya, berpotensi menyebarkan paham radikal atau mengendalikan aksi terorisme dari dalam lapas.
Demikian halnya napi bandar narkoba, dikhawatirkan mengedarkan atau mengendalikan peredaran narkoba dari bui.
“Alasan keamanan dan pembinaan. Pidananya tinggi,” ujarnya.
29 napi di antaranya dimasukkan ke Lapas Batu yang merupakan Lapas Khusus untuk Bandar Narkoba.
25 napi kasus terorisme dijebloskan ke Lapas Pasir Putih yang memiliki blok khusus napiter risiko tinggi. Serta 9 napi terorisme lainnya dimasukkan ke Lapas Besi.
Lapas Batu merupakan lapas dengan pengamanan maksimum yang khusus diperuntukkan untuk napi bandar narkoba.
Masing-masing napi bandar narkoba yang dimasukkan ke Lapas ini akan menempati sel satu
Demikian halnya Lapas Pasir Putih yang ditetapkan sebagai lapas khusus dengan pengamanan maksimum.
Setiap napi terorisme yang dipindah ke Lapas ini akan menempati sel perorangan atau sel isolasi.
Kebijakan satu sel satu napi itu praktis membuat ruang interaksi mereka terbatas sehingga minus kesempatan untuk melakukan tindakan melawan hukum dari balik sel. (*)