TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Di belakang rumah semipermanen di Dusun Sawo, Desa Sawo, Jetis, Mojokerto seorang pria tengah sibuk memukulkan ujung palu ke permukaan gamelan jenis gong.
Pukulan itu menimbulkan suara yang nyaring. Sesekali pria itu juga mengelas ujung gong hingga memunculkan percikan api.
Pria itu bernama Dedi Febrianto (35) seorang perajin gamelan. Saat itu Dedi tengah mereparasi suara gong milik pelanggan setianya. Ilmu mereparasi gamelan ia dapatkan dari sang kakek Samiaji (69).
"Reparasi ini untuk menyelaraskan nada," katanya kepada Surya.co.id, Senin (3/12/2018).
Tak hanya menerima jasa reparasi, mereka juga menerima jasa pembuatan gamelan. Samiaji dan Dedi melayani pembuatan satu set gamelan maupun satuan.
"Saya bisa membuat seluruh perangkat gamelan. Mulai dari kempul, kenong, bonang, demung, saron, peking, slentem, gender, gambang, hingga rebab," timpal Samiaji.
Samiaji melanjutkan, ilmu membuat gong dia dapatkan sewaktu duduk di bangku sekolah dasar. Kemudian, Samiaji menularkan ilmunya ke cucunya Dedi.
"Saya dulu belajar dari bapak saya sejak kelas 6 Sekolah Rakyat (setingkat SD). Setelah bapak meninggal, saya mewarisi usaha ini. Kemudian, saya turunkan ke Dedi," ujarnya.
Samiaji mengungkapkan, gamelan buatannya memiliki perbedaan dengan gamelan dari Solo. Perbedaan itu terletak pada bahan campuran gamelan.
"Gamelan dari Solo campuran bahannya dari tembaga dan timah. Sedang gamelan buatan saya berbahan pelat besi," ungkapnya.
Ketebalan pelat yang dia gunakan juga beragam. Untuk membuat gong diameter 1 meter, bapak dua anak ini menggunakan pelat besi setebal 2 milimeter.
Sementara untuk perangkat gamelan lainnya cukup dengan pelat setebal 1,5 mm.
Dia juga menjelaskan perangkat gamelan jenis gong, kempul, kenong dan bonang, terdapat tiga bagian yang dibuat terpisah.
Yaitu bagian dasar, lempengan tengah dan pencu atau bagian ujung yang ditabuh. Ketiga bagian itu lantas disatukan dengan cara dilas.
"Selanjutnya tinggal dilaras (disetel suaranya) dan dicat dengan warna emas," jelasnya.
Samiaji menyebutkan, untuk membuat satu set gamelan membutuhkan waktu 2 hingga 3 bulan. Itu sudah termasuk proses pembuatan wadah gamelan berbahan kayu. Wadah-wadah tersebut dilengkapi dengan ukiran khas solo bermotif bunga dan naga.
"Setiap proses pembuatan gamelan ini lama, mulai dari memotong pelat besi hingga membentuk dan menghaluskannya itu butuh ketelitian. Belum lagi menyetel nada gamelan, itu butuh keahlian khusus," sebutnya.
Sementara itu, setiap perangkat gamelan berbahan besi, Samiaji jual dengan harga bervariasi. Untuk gong dia banderol Rp 2 juta, Kempul Rp 600 ribu, Kenong Rp 400 ribu, Bonang Rp 200 ribu, Demung Rp 700 ribu, Saron Rp 1 juta, dan Peking Rp 700 ribu. Sedangkan gamelan Slentem, Gender dan Gambang dia hargai masing-masing Rp 1,5 juta.
"Kalau satu set lengkap harganya Rp 30 juta, itu yang berbahan besi," imbuhnya.
Di sisi lain Dedi mengatakan, pesanan selama ini datang dari berbagai daerah di Jatim. Mulai dari Sumenep, Probolinggo, Lamongan, Bojonegoro, Surabaya, Gresik, Malang, hingga Kediri.
Menurutnya, rata-rata jumlah pesanan mencapai 10 perangkat gamelan setiap bulannya. Perangkat gamelan yang banyak diminati jenis bonang, kenong, dan kempul.
Untuk pembelinya didominasi oleh pemilik hiburan kuda lumping, reog, wayang kulit. Selain itu, ada juga pesanan dari sekolah dan instansi.
"Omzet bisnis gamelan ini mencapai Rp 10 juta per bulan. Keuntungan yang didapatkan Samiaji pun mencapai Rp 5 juta setiap bulannya," sebutnya.
Dedi menambahkan, pesanan gamelan juga datang dari luar jawa yakni NTB dan Kalimantan. Bahkan, pembeli gamelan buatannya datang dari Malaysia dan Jerman.
"Pesanan dari Malaysia dua set gamelam, pernah juga pesanan gong diameter 2 meter dari Jerman. Harganya lebih mahal karena biaya pengiriman juga mahal. Biasanya kami mematok harga dua kali lipat dari harga pesanan lokal," pungkasnya.