Laporan Wartawan Tribunsiak.com, Mayonal Putra
TRIBUNNEWS.COM, SIAK - Aneh! Sebanyak 10 ekor gajah liar di Riau berkeliaran di halaman Kantor Camat Minas, juga masuk ladang petani di Desa Karya Indah, Kampar, Riau.
Warga Minas, Kabupaten Siak, dikagetkan dengan kedatangan 10 ekor gajah liar jenis Gajah Sumatra (Elephas Maximis Sumatranus), satu jenis hewan dilindungi di Indonesia.
Warga kewalahan mengusir herbivora raksasa itu karena jumlah gajah liar itu mencapai 10 ekor.
Kejadian yang sempat membuat warga ketakutan itu terjadi pada Minggu (2/12/2018) malam, sehingga warga berjaga sepanjang malam sambil berusaha mengusir kawanan gajah liar tersebut.
Warga juga menduga, kawanan gajah itu kesulitan mencari makan di dalam hutan, sehingga malam itu, kawanan gajah justru mencari makan di halaman kantor camat Minas.
Tanaman muda milik warga sekitar kantor camat habis dibabat si kuping besar.
Banyaknya perkebunan dan tanaman pada pekarangan rumah warga dimakan gajah, warga kemudian memanggil Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau di PLG Minas.
Mereka turun tangan untuk melakukan pengusiran gajah-gajah liar itu.
Camat Minas, Hendra mengatakan, berkeliarannya gajah liar di pemukiman warga bukan kali pertama terjadi di Minas.
Sebab, habitat gajah tersebut sudah banyak yang hilang dan berganti perkebunan.
Pengecekan Kesehatan 16 Ekor gajah oleh Tim dokter dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau di Pusat Latihan Gajah (PLG)
"Hutan sudah berangsur hilang, jadi tidak ada lagi ketersediaan makanan gajah. Akibatnya mereka masuk kampung," kata dia, Senin (3/12/2018).
Gajah-gajah liar sudah digiring ke areal hutan tersisa, dengan meletuskan mercon.
Warga yang terkena imbas kembali memperbaiki pekarangan mereka.
"Ini efek domino akibat kurangnya hutan. Jadinya warga kampung yang mengalami kerugian, sedianya hasil kebun dijual namun sekarang dimakan gajah," kata dia.
Ia berharap, pihak BBKSDA Riau cepat mencegah konflik manusia dengan gajah.
Sebab, hal itu sering terjadi di Minas.
Gajah Liar Masuki Ladang Petani di Desa Karya Indah
Warga Desa Karya Indah Kecamatan Tapung merugi lahan pertanian mereka rusak.
Mereka berkeyakinan ladang mereka dirusak oleh gerombolan Gajah, Kamis (11/10/2018) malam.
Pelaksana Tugas Kepala Dusun setempat, Subandi mengungkapkan, lahan pertanian warga yang rusak terletak di Jalan Riau Baru (Kilometer 11 Jalan Garuda Sakti) dan Jalan Pelita Dusun III Kandis Baru.
Belum dapat dipastikan luas ladang yang rusak.
"Tanaman pertanian warga, ada sayur, jagung, pisang, dirusak," ungkap Subandi, Jumat siang.
Ia mengatakan, petani baru tahu ladangnya dirusak pada Jumat pagi.
Petani menjumpai tanaman mereka sudah porak-poranda.
Menurut dia, lahan pertanian itu berada tidak jauh dari pemukiman warga.
Beruntung Gajah liar tidak sampai ke pemukiman warga.
"Warga ketakutan. Nggak berani menghalau," ujar Subandi.
Ia memperkirakan, gerombolan Gajah liar berkisar 11 ekor.
Ini berdasarkan kabar di tengah-tengah masyarakat yang pernah melihat hewan besar itu pada hari sebelumnya.
Menurut Subandi, keberadaan Gajah di wilayah itu sudah sekitar dua hari belakangan.
Sebelumnya terlihat di daerah Lubuk Damak, masih di sekitar Jalan Riau Baru. Ia berharap otoritas terkait menangani Gajah liar segera.
BKSDA Riau Pantau Perkawinan Gajah Sumatera Robin dan Ngatini di TWA Buluh Cina
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah I Riau memantau perkawinan Gajah Sumatera bernama Robin dan Ngatini di Taman Wisata Alam (TWA) Buluhcina.
Saat ini BKSDA Wilayah I tengah mencoba mengawinkan seekor Gajah Sumatera jantan bernama Robin dengan seekor Gajah Sumatera betina bernama El Ngatini.
Ngatini dan Robin adalah dua gajah dewasa jinak yang selama ini hidup di Pusat Latihan Gajah (PLG) milik BKSDA Riau.
Khusus masa kawin ini, Robin dan Ngatini dibawa ke Taman Wisata Alam (TWA) Buluhcina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
Sebagai bagian dari konservasi gajah sumatera, keberhasilan perkawinan antara Robin dan Ngatini sangat diharapkan bisa memberikan generasi penerus Gajah Sumatera untuk menyelamatkan populasinya kian terancam.
Proses kawin ini, merupakan momen langka yang tidak bisa dilihat langsung oleh banyak orang. Petugas BKSDA sendiri hanya bisa melakukan pemantauan dari kejauhan.
Berbagai alasan diungkapkan oleh Kabid Wilayah I BKSDA Riau, Hutomo yang menerangkan selama proses kawin itu Gajah Sumatera tidak boleh diganggu.
"Kalo sedang musim birahi kita tidak boleh sembarangan mendekati gajah jantan, karena dia agak beringas," kata Hutomo.
Oleh karena itu, pengamatan hanya bisa dilakukan dari kejauhan.
Alasan lainnya, tentunya tidak ada yang ingin proses kawin ini terganggu dan berkahir menjadi kegagalan.
Namun untuk peristiwa langka ini, Tribun memperoleh video eksklusif dari Hutomo yang menampilkan proses perkawinan dua ekor Gajah Sumatera Robin dan Ngatini.
Meski video amatir yang hanya bisa diambil dari kejauhan, namun menunjukan "kemesraan" kedua ekor gajah itu.
"Proses kawin ini sudah lebih dari yang tiga kali, tapi baru kali ini kami ambil gambarnya, karena tidak semua orang yang bisa mendekat," kata Hutomo menerangkan saat pengambilan video.
Tampak sekeliling lokasi TWA Buluhcina penuh dengan tanaman hijau, dua ekor Gajah Sumatera itu berada di di antara pepohonan.
Dari kejauhan, terdengar gagah suara dengusan Gajah Sumatera jantan saat mengawini pasangannya.
Sekali lagi, selain gajah dilarang mendekat selama proses itu.
Robin sebenarnya sudah berulang kali melakukan proses kawin, begitupun Ngatini.
Namun sayangnya selama beberapa kali proses kawin yang dilakukan tidak satupun yang menghasilkan generasi Gajah Sumatera.
Hutomo mengungkapkan bahwa faktor makanan sangat penting.
Alasan inilah yang membuat tim BKSDA sengaja membawa Robin dan Ngatini ke lokasi TWA Buluhcina.
"Lokasi TWA Buluhcina ini adalah habitat baru dengan sumber makanan yang segar, sehingga gajah sumatera lebih bergairah pada masa mustnya," katanya.
Hutomo juga menjelaskan secara fisik tidak ada yang salah antara dua ekor gajah sumatera tersebut, sehingga proses perkawinan selama ini tidak berhasil.
Lebih jauh Hutomo menjelaskan masa perkawinan pada gajah ini.
"Masa-masa saat ini, Robin sedang memasuki masa musth," terangnya.
Berdasarkan informasi yang dirangkum Tribun, masa musth adalah suatu keadaan yang muncul secara periodik pada gajah jantan ketika terjadi peningkatan hormon reproduktif secara signifikan.
Kadar testosteron gajah yang sedang mengalami musth dapat meningkat hingga 60 kali lebih besar daripada gajah normal.
Momen musth saat ini sangat memungkinkan bagi Robin untuk berulang-ulang kawin.
Bahkan dalam satu hari, seekor gajah jantan bisa kawin selama satu hingga dua jam.
Proses itu akan berlangsung empat bulan.
Sementara itu bagi gajah betina juga tidak selamanya ingin dikawini oleh gajah jantan.
"Selama gajah betina masih mau "dinaiki" maka, gajah jantan akan terus "naik"," ujar Hutomo menerangkan proses kawin yang berlangsung.
Selain itu satu ekor gajah jantan pada masa kawinnya bisa melakukan perkawinan dengan beberapa ekor gajah betina.
Oleh karena itu, selama proses kawin ini kedua gajah itu tidak selamanya dibiarkan berdua-duaan.
"Selesai kawin nanti, gajah betina akan dipanggil oleh mahootnya lagi untuk dipisahkan dari si jantan. Besoknya baru mereka disatukan lagi," kata Hutomo.
Perkiraannya Desember ini masa musth Robin akan berakhir.
Untuk memastikan proses kawin kedua ekor gajah itu berhasil, tim BKSDA juga sudah menyiapkan petugas dokter hewan untuk mengecek kondisi Ngatini.
"Kalau selama masa kawin ini berhasil, maka diperkirakan tahun depan sudah ada generasi Gajah Sumatera yang lahir," kata Hutomo.
Perlu diketahui juga bahwa masa gestasi Gajah Sumatera adalah 18 bulan.
Maka apabila berhasil setidaknya Ngatini akan melahirkan anak gajah pada tahun 2020 mendatang.
Namun jangan bahagia dulu mendengar informasi itu.
Faktanya saat ini, populasi Gajah Sumatera kian terancam.
Hutomo menjelaskan gajah jinak yang hidup di wilayah konservasi BKSDA Riau saat ini hanya 18 ekor yang terdiri dari empat ekor jantan dan delapan ekor gajah betina, selebihnya masih dalam periode usia remaja yang belum cukup umur untuk kawin.
Sebab secara biologi, umur gajah yang dikatakan layak kawin setidaknya sudah berusia 15 tahun.
Sementara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, hanya ada satu gajah jinak yang lahir, yakni gajah Rimbani yang lahir pada tahun 2017 lalu di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Fakta lainnya, setelah melahirkan satu ekor gajah biasanya gajah betina membutuhkan waktu sekitar lima sampai enam tahun agar bisa kawin lagi.
Hal inilah yang membuat populasi gajah sulit berkembang.
Oleh karena itu, selama masa kawin ini Robin dan Ngatini akan terus dipantau.
Selain itu, ke depannya TWA Buluhcina akan menjadi habitat baru bagi Robin dan Ngatini.
Harapannya di lokasi inilah lahir generasi gajah-gajah Sumatera yang baru. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul ANEH! 10 Ekor Gajah Liar di Riau Berkeliaran di Halaman Kantor Camat Minas, Warga Ketakutan