News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tsunami di Banten dan Lampung

Tinggal di Bukit, Dedi dan Keluarga Terpaksa Meminum Air Mentah Langsung dari Sungai

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sarkawi, pria berusia 80 tahun menjadi seorang pengungsi yang tinggal bersama tujuh anggota keluarganya di dalam saung yang hanya berukuran 1 x 1,5 meter tersebut. TRIBUNNEWS.COM/AMRIYONO

TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Sebuah saung yang dipakai untuk petani durian di Bukit Curug Putri, berubah fungsi menjadi tempat tinggal sementara untuk pengungsi.

Jaraknya sekitar lima kilometer dari bibir Pantai Carita, Pandeglang, Banten.

Tribun yang menelusuri bukit itu, berjalan menanjak sekitar setengah jam untuk bertemu dengan para pengungsi tsunami Selat Sunda yang melarikan diri dari terjangan air laut.

Dedi, pengungsi yang berada di atas Bukit Curug Putri, mengungkapkan tak jarang dia dan keluarganya harus meminum air mentah langsung dari sungai.

Keterbatasan barang bawaannya, membuat ia yang membawa dua anaknya melakukan hal itu.

"Minyak tidak ada, korek juga tidak punya, jadi ya minum langsung mentah-mentah," ungkapnya.

Tidak jarang, Dedi dan istrinya meminta-minta kepada pengungsi yang berada di atas bukit.

Penolakan yang diterimanya pun dapat dimengerti. Semua masih dalam keadaan yang benar-benar terbatas.

"Ya jadi seadanya saja. Di rumah, juga sudah tidak ada apa-apa lagi," lanjutnya.

Dedi mengatakan saat ini hanya tinggal menunggu belas kasih dari petani durian yang sering melewati saungnya.

Baca: Sarkawi Beserta Istri dan 5 Cucunya Bertahan Hidup di Bukit Meski Tak Ada Bantuan Diterima

Jika ada air minum yang dibagikan, dia tidak akan sungkan untuk meminta meski hanya punya satu gelas kecil dan akan diberikan kepada kedua anaknya yang masih balita.

"Anak saya sih yang penting enggak haus," ujar dia.

Kembali Saat Gelap
Tokoh Desa Susuran, Sapuri yang menemani Tribun saat menelusuri Bukit Curug Putri mengatakan, para pengungsi biasanya akan turun ke pantai untuk melihat rumah mereka saat siang hari.

Menjelang gelap, pengungsi yang jumlahnya berkisar ratusan, akan kembali ke bukit untuk beristirahat.

"Siang gini, banyak yang pulang ke rumah. Kalau sudah sore nanti ke atas lagi," ucapnya sembari terus berjalan mengantarkan tim Tribun untuk menuju lokasi pengungsian.

Sarkawi, pria berusia 80 tahun menjadi seorang pengungsi yang tinggal bersama tujuh anggota keluarganya di dalam saung yang hanya berukuran 1 x 1,5 meter tersebut. TRIBUNNEWS.COM/AMRIYONO (Tribunnews.com/Amriyono)

Selama dua hari ini, sama sekali tidak ada bantuan yang dapat mengakses mereka yang berada di bukit.

Bukan hanya bantuan, wartawan yang datang untuk mengabarkan kondisi mereka pun tidak ada. Sehingga, keberadaan para pengungsi kurang terekspos.

"Padahal di sini jumlahnya ratusan orang dan tidak ada bantuan yang sampai ke atas," jelasnya.

Sepengetahuan dirinya, terdapat warga dua kampung yang berada di atas bukit.

Baca: Vero Si Anjing Pelacak Temukan 2 Jenazah Tertimbun Puing Bangunan

Mereka menyebar dari satu saung ke saung lain.

Ada yang berada di perjalanan setengah jam dari kampungnya, ada juga yang harus menempuh perjalanan dua jam dari tempat tinggal mereka sebelumnya.

Bukan tidak berusaha, Sapuri mengaku sudah meminta pihak-pihak relawan yang ada di Desa Sambolo dan Susukan untuk menyalurkan bantuan ke atas bukit.

Namun, usaha belum menuai hasil. Relawan masih memberikan bantuan di wilayah terdampak tsunami yang berada di pesisir pantai.

"Siapapun lah kalau sudah seperti ini. Saya tidak memilih siapa membantu siapa. Kalau bisa yang di atas ini didahulukan karena lokasinya jauh dari mana-mana dan kebanyakan dari mereka masih sangat trauma untuk pulang ke rumah," katanya berharap.(tribunnews/amriyono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini