TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Setelah memantau data seismik dari Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau (GAK), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menilai aktivitas vulkanik di GAK pada Desember ini berbeda dengan September lalu.
"Secara teori, kalau aktivitas vulkanis Anak Gunung Krakatau ini sebenarnya yang sangat besar itu di sekitar bulan September tahun ini," ujar Jonan, di Pos Pengamatan di Serang, Banten, Jumat (28/12/2018).
Menurutnya, erupsi GAK saat ini bahkan tidak sampai 'seperempat' dari erupsi yang terjadi pada September lalu.
"Kalau dibandingkan misalnya ketinggian erupsinya, kalau yang sekarang ini yang bulan Desember ini ya mungkin nggak ada seperempat dibandingkan yang bulan September," jelas Jonan.
Oleh karena itu, ia meminta seluruh stakeholder terkait agar bisa bekerjasama untuk menganalisa penyebab terjadinya tsunami yang melanda Selat Sunda.
Lembaga-lembaga yang ia maksud, meliputi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Geologi Kementerian ESDM, serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Baca: Heri Susanto Dikabarkan Merapat ke Persija
"Jadi makanya saya juga minta koordinasi dengan LIPI, dengan BPPT, Badan Geologi ESDM, BMKG itu untuk mempelajari kira-kira tsunami yang terjadi tempo hari itu akibat dari apa saja," kata Jonan.
Ia berharap agar teka-teki terkait alasan dibalik tsunami itu bisa terjawab, karena ia menduga adanya kemungkinan faktor lain selain longsor.
"Apakah akibat dari longsoran yang besar di tubuh Anak Gunung Krakatau atau ada hal lain," papar Jonan.
Jonan menilai, untuk menghasilkan tsunami seperti yang terjadi pada Sabtu malam (22/12/2018), seharusnya dipicu longsoran besar di bawah laut.
"Karena kalau sampai ada terjadi tsunami itu mestinya diperlukan satu longsoran yang sangat amat besar mestinya," tegas Jonan.
Lebih lanjut ia pun menegaskan, jika memang tsunami terjadi akibat aktivitas GAK, maka bencana tersebut bisa saja terjadi pada September lalu, karena intensitas erupsinya jauh lebih banyak.
"Dan kalau misalnya skala aktivitas tsunaminya karena gunung, saya kira nggak sih, karena kalau mau (tsunami) itu ya letusannya besar sekali waktu bulan September," pungkas Jonan.