Laporan Wartawan Tribun, Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG SELATAN - Warga Kalianda sempat mencium aroma belerang pada Kamis (3/1/2019) malam dan membuat warga khawatir mengingat hingga kini aktivitas GAK masih terpantau aktif.
"Semalam sekitar jam 22.00 WIB sempat ada bau belerang. Lumayan kuat bau belerangnya," kata Toni, salah seorang warga Kalianda kepada Tribun Lampung, Jumat (4/1/2019).
Aktivitas GAK yang berada di Selat Sunda masih terus menunjukkan adanya letusan.
Sejak pukul 00.00 WIB hingga pagi ini tercatat 13 kali terjadi gempa letusan dengan amplitudo 15-22 mm dan durasi 40-110 detik.
Juga terpantau adanya gempa hembusan sebanyak 5 kali dengan amplitudo 14-21 mm dan durasi 35-65 detik.
Selain itu masih tercatat adanya gemp mikro tremor (tremor menerus) dengan amplitudo 2-21 (dominan 6 mm).
Baca: Hingga Jumat Pagi Sudah 13 Kali Gempa Letusan Gunung Anak Krakatau
"Juga teramati adanya asap kawah bertekanan sedang berwarna putih dengan intensistas tebal berketinggian 1.000 meter," terang petugas pos pantau GAK di Desa Hargopancuran Kecamatan Rajabasa.
Hingga kini status GAK masih pada level III Siaga. Dimana para nelayan dan juga pengunjung dilarang mendekati gunung api tersebut dalam jarak 5 kilometer.
13 Kali Gempa Letusan
Aktivitas Gunung Anak Krakatau (DAK) di Selat Sunda masih terus aktif.
Sejak Jumat (4/1/2019) pukul 00.00 WIB hingga pagi ini tercatat 13 kali terjadi gempa letusan dengan amplitudo 15-22 mm dan durasi 40-110 detik.
Juga terpantau adanya gempa hembusan sebanyak 5 kali dengan amplitudo 14-21 mm dan durasi 35-65 detik.
Juga masih tercatat adanya gempa mikro tremor (tremor menerus) dengan amplitudo 2-21 (dominan 6 mm).
"Juga teramati adanya asap kawah bertekanan sedang berwarna putih dengan intensistas tebal berketinggian 1.000 meter," terang Andi Suardi Petugas pos pantau GAK di Desa Hargopancuran Kecamatan Rajabasa.
Hingga kini status GAK masih pada level III Siaga.
Dimana para nelayan dan juga pengunjung dilarang mendekati gunung api tersebut dalam jarak 5 kilometer.
GAK merupakan gunung api yang tumbuh di lokasi bekas letusan dasyat Krakatau pada 1883 silam.
Baca: Terpidana 12 Tahun Penjara, Ratna Dewi Hari Ini Diizinkan Hadiri Pengabenan Suaminya Jro Jangol
Gunung api ini mulai muncul ke permukaan laut sejak tahun 1930 silam.
Sejak saat itu GAK terus tumbuh.
Selama kurun waktu 88 tahun kehadirannya, GAK terus menunjukan fluktuasi aktivitas vulkaniknya.
Sebelum mengalami erupsi hebat pada Sabtu (22/12/2018) lalu yang memicu tsunami selat Sunda.
GAK sudah beberapa kali mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
Tercatat terakhir GAK sempat mengalami erupsi cukup hebat pada bulan September 2012.
Dimana semburan debu vulkanik GAK sempat membuat heboh warga Bandar Lampung dan Pesawaran.
Pada tahun 2018 ini, GAK Mulai menunjukan peningkatan aktivitasnya sejak bulan Juni lalu.
Aktivitas gunung api di selat Sunda ini terus mengalami pasang surut.
Dan puncaknya terjadi pada sabtu (22/12/2018) lalu adanya longsoran matrial ke laut yang memicu terjadinya stunsami Selat Sunda.
Pasca erupsi pada pekan lalu, GAK yang semula memiliki ketinggian 338 mdpl (meter dari permukaan laut).
Kini mengalami pengurangan ketinggian dua per tiga badannya.
Saat ini ketinggian gunung api tersebut hanya 110 mdpl. (dedi/tribunlampung)
Artikel ini telah tayang di Tribunlampung.co.id dengan judul GAK Masih Aktif, Warga Kalianda Sempat Khawatir Tercium Aroma Belerang pada Kamis Malam