TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Para orang tua agar mewaspadai perkembangan anak gadisnya, terutama yang berusia di bawah umur.
Caranya, ia harus diketahui siapa teman akrabnya, tak peduli sesama wanita atau lebih-lebih berlainan jenis.
Sebab, kasus pernikahan karena hamil duluan, belum menurunkan angkanya secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Bahkan, kalau tak diantisipasi oleh semua pihak, itu justru kian meningkat.
Misalnya, tahun 2018 lalu, terjadi 161 kasus. Semuanya adalah pernikahan karena hamil duluan.
Celakanya, itu didominasi gadis yang belum cukup umur, bahkan ada yang masih kelas 3 SMP. Dan, yang terbanyak berusia antara 16 sampai 17 tahun.
Dari jumlah segitu itu, berarti tiap pekan terhitung ada 5 kasus pernikahan dini akibat 'kecelakaan' duluan.
Bahkan, bisa dijadikan catatan, dua bulan sehabis liburan panjang sekolah, biasanya angka pernikahan karena hamil duluan, meningkat.
"Akibat hamil duluan itu, kami nggak bisa apa-apa meski usianya belum cukup. Akhirnya, atas pertimbangan kemanusiaan, kami menerbitkan surat dispensasi kawin, agar yang bersangkutan bisa menikah demi menyelamatkan status anak yang dikandungnya," ujar H M Fadli, Kabag Humas Pengadilan Agama (PA) Blitar, Senin (7/2).
Untuk laki-lakinya, papar dia, juga masih sebaya, sehingga sangat rentan terjadinya persoalan dalam rumah tangga. Bahkan, ketergantungan kepada kedua orangtua mereka masing-masing sangat tinggi.
Pernikahan dengan usia segitu itu, apalagi si gadisnya 'kecelakaan' duluan, itu riskan terjadinya permasalan. Di antaranya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perceraian.
"Memang, kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk tokoh masyarakat agar menekan terjadinya pernikahan dini. Resikonya cukup banyak bagi kedua pasangan," paparnya.
Memang, kalau dibandingkan tahun sebelumnya (2017), sedikit menurun. Kalau 2017 lalu, berjumlah 198 kasus sementara 2018 kemarin, berjumlah 161 kasus.
Penyebabnya, tak seperti dulu, namun kalau sekarang kebanyakan karena media sosial. Yakni, mudahnya berkomunikasi sehingga anak-anak kian tak terkontrol berteman dengan siapa saja di jejaring medsos tersebut. Sementara, orangtuanya kian sulit mengawasinya.
"Ujung-ujungnya, mereka bisa berkomunikasi dengan bebas dan akhirnya sampai terjadi kasus seperti itu. Karena itu, orangtua harus kian mengontrol anak-anaknya, terutama saat berkomunikasi dengan teman-temannya di medsos," ungkapnya.
Sedangkan Ketua NU Kabupaten Blitar Masdain Rifai mengatakan, pihaknya sangat prihatin perkembangan teknologi yang sangat cepat itu, maka anak-anak harus dibekali pendidikan agama dan karakter.
Tujuannya, agar anak-anak itu tahu mana yang boleh dan mana yang tidak, bukan semuanya dianggap tak ada masalah.
"Kalau terkait penggunaan medsos, jangan anak-anak, wong orang tua saja cukup rentan. Di situ lah dibutuhkan, karakter yang kuat untuk membentengi diri," pungkasnya.