Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nafiul Haris
TRIBUNNEWS.COM,SEMARANG - Bermula mendapat oleh-oleh bumerang dari seorang teman yang bekerja untuk Kedutaan Besar Indonesia di Australia 15 tahun lalu membuat Haryo Widhi Pangarso (54) memilih menekuni olahraga bumerang hingga mampu memproduksi sendiri.
Sebelumnya, Haryo adalah penghobi olahraga pesawat terbang (airo modeling) remot.
Namun, sejak tahun 2003 dirinya mulai mempelajari cara penggunaan bumerang, dari menerbangkan hingga dapat memproduksi sendiri.
"Kemudian saya belajar lebih detail lewat internet, youtube. Lalu bertemu komunitas dari sana mulai banyak yang pesanan," katanya kepada Tribunjateng.com di rumahnya Komplek Perum Taman Puri Sartika Blok B 23, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Selasa (8/1/2019).
Haryo menuturkan dari pengalaman menggeluti bumerang banyak manfaat yang dapat diperoleh diantaranya mengetahui lebih jauh soal ilmu penerbangan, seni melukis, dan bisnis jual beli.
Dirinya menjelaskan, untuk proses produksi sendiri baru dilakukan selama 10 tahun terakhir. Sejauh ini, ia melayani pesanan hingga ke luar negeri terutama beberapa negara di Eropa.
"Austria salah satunya. Selain itu, Malaysia, Thailand dan Australia. Rata-rata terbuat dari plastik," ujarnya.
Haryo mengaku dari seluruh bumerang hasil produksinya terdapat beberapa yang hak cipta hanya dimiliki dirinya bahkan sedunia.
Salah satunya bumerang berbentuk kujang, dewa ruci, dan wayang yang diklaim dapat diterbangkan.
Selama ini dalam proses produksi bumerang Haryo banyak memanfaatkan material sisa-sisa kayu dari pengusaha perkayuan.
Dalam proses pemasaran menggunakan media sosial Facebook.
"Untuk sementara produksi tidak menentu terbatas sesuai pemesanan," ungkapnya.
Sejauh ini, peminat bumerang produksinya kebanyakan dari kalangan atlet hingga kolektor dan komunitas.
Soal harga, ia mematok termurah Rp 10 ribu sedang termahal berkisar diangka dua juta lebih.
Dikatakannya, untuk harga paling tinggi rata-rata pesanan para kolektor dan terbuat dari kayu pohon jati maupun jambu yang secara bentuk sudah melengkung hanya tinggal difinishing supaya mampu diterbangkan.
"Biasa kolektor menyebut jenis bumerang seperti itu natural elbow. Jadi alamiah dan susah cari bahan bakunya," paparnya.
Sementara atlet kebanyakan, mencari dengan kriteria khusus seperti bumerang mampu diterbangkan sejauh 20 meter dan dapat kembali.
Kemudian lanjutnya, kategori bumerang yang dapat melayang lama di udara hingga berbahan material daur ulang terutama bagi pemula.
"Misalnya bambu yang dipadu dengan kertas seperti pembuatan layang-layang. Tapi kebanyakan model semacam itu sebagai bahan pelajaran di kelas," sambungnya.
Haryo berharap olahraga bumerang kelak dapat menjadi cabang olahraga resmi yang diakui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Menurutnya, ilmu penerbangan yang diajarkan di sekolah-sekolah masih minim.
Selain itu, olahraga melempar juga terbatas.
"Jadi kalau lempar lembing kan olahraga tapi tidak mengenai sasaran seperti tolak peluru dan cakrampun demikian. Sedang bumerang ini tergolong baru," harapnya.
Diluar kesibukan memproduksi bumerang manakala mendapat pesanan, ia juga tercatat sebagai dosen pengampu mata kuliah khusus bumerang di Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Masih belum bersatunya antar pecinta bumerang dinilai menjadi kendala utama menjadikan bumerang sebagai cabang olahraga resmi.
Perasaan masih takut ketika bermain Boomerang juga dianggap jenis olahraga ini kurang populer.
"Secara keilmuan masuk ke aerodinamika. Untuk membuat bumerang saat diterbangkan bisa kembali harus berimbang panjang kayu dan tingkat ketebalan. Jadi banyak manfaat ketika dipelajari," cetusnya
Selama menekuni olahraga bumerang hingga menjadi pengrajin sampai sekarang lulusan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip) tahun 1983 itu menyabet berbagai kejuaraan antara lain juara ketiga dalam Turnamen Bumerang Indonesia (Tunasbumi) tahun 2015 lalu di Malang Jatim.
"Pernah juga meraih peringkat pertama lomba desain bumerang di Jerman tahun 2014," pungkasnya (*)