Di lantai terdapat buku catatan rekap perolehan mengemis tiap hari. Dia tinggal bersama adiknya yang telah berkeluarga.
Baca: Tahun Kelulusan Jokowi Ramai Diperdebatkan, Ini Penjelasan SMAN 6 Surakarta
Legiman mengaku tiap hari setor kepada adiknya. Namun adiknya membantah hal itu.
Dalam lembaran lembaran buku tulis itu terdapat angka-angka ratusan ribu yang dicatat. Ada juga tas pinggang warna hitam.
Setelah dibuka berisi sejumlah uang kertas pecahan seribu, dua ribu, lima ribu, dan lain-lain yang tidak tertata.
Terdapat juga beberapa bungkus mie instan, kipas angin duduk, televisi tabung serta sobekan kertas.
Ia segera mematikan televisi dan menjawab pertanyaan Tribun Jateng. Namun Legiman terbata-bata alias gagap bercakap.
Ketika Tribunjateng.com menyebut “Satpol PP”, Legiman sontak merespons, “Adikku.… Adikku….”
Ia lalu mengambil ponsel dari kamarnya, menawari untuk meneleponkan sang adik. Namun, Tribunjateng.com menolak tawaran Legiman secara halus. Legiman kemudian menunjukkan nomor ponsel adikknya. Tertulis “Rebih” di sana.
Kemudian, tanpa diminta, Legiman menunjukkan sebuah buku tulis yang lembar demi lembarnya penuh bertuliskan angka-angka.
“Itung… itung. Adikku itung,” ucapnya yang dapat ditangkap Tribunjateng.com.
Legiman juga menunjukkan KTP model lama (bukan e-KTP) diterbitkan oleh Dispendukcapil Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Dalam KTP yang telah habis masa berlakunya tersebut, diterangkan bahwa Legiman lahir di Pati pada April 1960. Kemudian ia menunjukkan tas hitam berisi uang kertas dan koin.
“Dari Pasar Tayu,” ucapnya. Ia kemudian berkata, “Kecekel(tertangkap) Pol PP… Alun-alun… sesok(besok) Pasar Tayu. Kecekel Pindo," sebutnya.
Dia hidup sendiri di kontrakan itu. Setahun bayar Rp 4 juta untuk biaya kontrak rumah. Hampir tiap hari adiknya antar jemput Legiman.