News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Pengabdian Suami Istri Mengajar di Pedalaman OKU, Dibayar 10 KG Kopi Setahun

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ismahidi (50) bersama istrinya Nelidawati (45) merupakan petani kopi di Talang Way Lagan, Desa Bumi Kawah, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) mengajar di pedalaman.

Dari foto yang ada kondisi bangunan sekolah berdinding papan dan sebagian lagi berbinding batu dan lantai yang sudah rusak.

Untuk meja kursi belajar juga seadanya. Ada tiga lokal belajar dengan jumlah siswa seluruhnya saat ini 34 orang.

Karena ada enam kelas sementara lokal cuma tiga lokal, menurut Ulan setiap lokal diperuntukkan dua kelas. Atau digabung-gabung.

Ismahidi (50) bersama istrinya Nelidawati (45) merupakan petani kopi di Talang Way Lagan, Desa Bumi Kawah, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) mengajar di pedalaman. (ISTIMEWA)

“Kelas satu digabung dengan kelas dua, kelas tiga dengan kelas empat dan kelas lima dengan kelas enam. Jadi ngajarnya bergantian. Masuk lokal kelas satu dan dua dulu memberikan pelajaran dan tugas lalu masuk lokal kelas tiga dan empat lanjut ke lokal kelas lima dan enam. Begitulah seterusnya,” cerita dia.

Dari pagi sampai siang mengajar siswa agar bisa membaca dan menulis. Malam harinya kata Ulan, orangtuanya mengajar mengaji. Mereka sama sekali tidak meminta bayaran.

“Bapak dan ibu senang kalau murid-muridnya bisa mengaji juga. Jadi tidak buta baca Al quran dan di sekolah bisa baca tulis,” sambungnya.

Para siswa tidak dipungut biaya. Tapi, lagi-lagi tidak sedikit orangtua siswa yang pengertian dengan kondisi ibu dan bapaknya.

Meski rata-rata mereka semua hidupnya susah, masih ada yang setiap tahun “membayar” dengan biji kopi.

Itu pun kata Ulan tidak diminta. Mereka sendiri yang mengantar dan memberinya sebanyak 10 Kg setahun. Bahkan yang benar-benar tidak mampu juga ada.

“Biji kopi yang sudah dikeringkan itulah yang kemudian dijual orangtua saya. Uangnya untuk membeli kapur tulis dan keperluan sekolah lainnya."

"Kalau pun ada sisa, ya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Orangtua saya juga kan butuh makan dan minum agar bisa terus mengajar,” kata Ulan dengan suara nyaris terbata-bata.

 "Untuk mememenuhi kebutuhan ekonomi ibu dan bapak juga berkebun kopi di talang itu. Namanya orang tinggal di talang. Sinyal HP saja susah. Apalagi mau mendapat informasi yang cepat tentang dunia luar. Makanya saya kasihan melihat kondisi orangtua saya,” tambahnya.

Dengan membagikan kisah perjuangan orangtuanya mengentaskan buta huruf dan buta baca alquram, Ulan berharap ada perhatian dari "dunia luar" terutama pemerintah.

Meski SD ini kata di adalah SD swasta, dia minta dilihat bagaimana semangat anak-anak desa belajar dan ingin mendapat hak yang sama menikmati pendidikan dasar.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini