Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Ada peran tenaga kerja asing asal China dibalik kasus suap perizinan proyek Meikarta, dengan terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjaja Purnama dan Taryudi.
Hal itu terungkap dari persidangan pada Senin (4/2) dengan menghadirkan tujuh saksi, salah satunya Sony (40), direktur keuangan perusahaan pemegang saham proyek Meikarta.
Ia menjelaskan, proyek Meikarta yang disebut-sebut memiliki nilai Rp 200 triliun lebih merupakan proyek gabungan melibatkan konsorsium asing, salah satunya dari China lewat Peak Investment dengan perusahaannya.
"Bahwa Meikarta ini dibangun oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) dan pembangunannya dibiayai dari pembelian unit apartemen lewat pre sale, pinjaman bank dan setoran modal. Setoran modal ini dari dua pemegang saham PT MSU, salah satunya konsorsium di Peak Investment dan dari Lippo Cikarang," ujar Sony, Direktur Keuangan Lippo Cikarang di persidangan.
Ia menjelaskan, selama proses pembangunan Meikarta, proses konstruksi sudah dikeluarkan senilai Rp 4 triliun dengan biaya iklan sebesar Rp 1,4 triliun. Semua uang yang keluar berasal dari PT MSU.
"Semua pengabul keputusan ada di PT SMU yang sebagian besar ekspatriat (dari China). Peran kami hanya verifikasi saja setiap pengeluaran," ujar Sony.
Baca: Jasa Hubungan Sesama Jenis Tak Dibayar, Lelaki Berondong Bunuh Juragan Keripik, Ini Kronologinya
Jaksa KPK sempat menampilkan bukti surat pengeluaran senilai Rp 3,5 miliar secara cash oleh PT MSU. Tertulis, uang untuk biaya operasional. Dalam bukti surat ditampilkan juga peruntukan uang itu untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jaksa sempat menyinggung apakah uang itu untuk suap IMB dan IPPT yang diberikan pada Bupati Bekasi Neneng Hasanah pada Juni 2017, Sony membantah.
"Kami perusahaan terbuka, punya tanggung jawab ke RUPS dan publik sehingga tidak mungkin menyetujui uang-uang untuk keperluan tidak resmi," ujar Sony.
Ia berdalih, uang Rp 3,5 miliar itu justru untuk uang pesangon Edy Dwi Soesianto. "Itu uang pesangon untuk pak Edy Dwi Soesianto yang sudah pensiun tapi dipekerjakan kembali untuk mengurus perizinan," ujar Sony.
Jaksa menanyakan kenapa di bukti surat tertulis itu disebut biaya operasional, bukannya uang pesangon sebagaimana dimaksud Sony. "Karena untuk menjaga kondusifitas di internal karyawan sesama perusahaan," ujar Sony
Peran keterlibatan asing juga diungkap saksi Josiah Kalangie sebagai asisten manajer marketing communication Meikarta. Jaksa membuka percakapan Josiah dengan sesama rekannya dari Meikarta, Dianika Hanggar Setianingsih.
Di percakapan WA itu, Dianika mengirim file dokumen berhasa mandarin dan menanyakan apakah file tersebut berasal dari Josiah. Josiah mengatakan pihaknya di divisi marketing communicatio tidak pernah membuat file tersebut.
"Itu kan berbahasa asing, saya tidak paham. Lalu saya tanyakan ke teman saya yang ngerti bahasa asing, teman saya bilang bahwa secara garis besar, dokumen yang dikirim bu Dianika itu artinya ini advance buat bayar orang pemerintah dan lain-lain," ujar Josiah.
Staf keuangan PT MSU, Sri Tuti juga mengungkap bahwa konsorsium Peak Investment dari China terlibat dalam pembiayaan Meikarta.
"Di akta notaris pun begitu. Ekspatriat ini direksi,sering berganti-ganti, banyak sih. Tapi memang sekarang sudah tidak ada," ujar Sri Tuti.
Jaksa KPK I Wayan Riana usai persidangan, keterlibatan ekspatriat asing di Meikarta memang berperan dibalik uang suap termasuk pemberian suap IPPT ke Bupati Neneng Hasanah Yasin senilai Rp 10 miliar.
"Sejauh ini ada nama-nama yang mengotorisasi pemberian buang dari orang China, sudah dipanggil untuk diperiksa tapi ada beberapa yang sudah pulang. Tapi ditindak lanjuti. Yang pasti mereka ada peran mereka, untuk pembayaran IMB dan uang suap lainnya," kata I Wayan.
Di persidangan itu, kata I Wayan, jaksa ingin mengungkap darimana uang suap itu berasal. "Dan di persidangan terungkap bahwa uang (suap) itu berasal dari PT MSU," kata I Wayan.
Seperti diketahui, selain empat terdakwa selaku pemberi suap yang sudah menjalani persidangan, ada pihak lain yang terlibat dan jadi tersangka karena menerima suap. Yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin serta sejumlah ASN Pemkab Bekasi seperti Neneng Rahmi Nurlaili, Sahat Banjarnahor, Jamaludin dan Dewi Tisnawati.