Laporan Wartawan Serambi Indonesia Zainun Yusuf
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Pala pernah menjadi komoditas tanaman unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dan menjadi pendapatan andalan sebagian masyarakat petani karena harga di pasaran sangat menggairahkan.
Era tahun 70-an sampai 80-an, dari penghasilan pala, masyarakat memperbaiki rumah, menyekolahkan anak-anak, malahan bisa membiayai untuk melaksanakan ibadah naik haji.
Kurun waktu belasan tahun belakangan, pala tidak lagi menjadi primadona.
Harga pala basah dan kering di pasaran terus merosot, tingkat produksi juga menurun drastis.
Saat ini, produksi pala kian menurun disebabkan ribuan areal tanaman pala banyak yang mati diserang hama mematikan.
Berdasarkan data pada Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpan) Kabupaten Abdya, luas areal tanaman pala setempat 2.697 hektare (ha).
Dari luas tersebut, dipredeksikan 50 persen (1.248 ha) diantaranya telah punah diserang hama.
Hama sangat mematikan itu mulai menyerang sejak belasan tahun lalu dan hingga saat ini belum berhasill dikendalikan.
Ribuan hektare tanaman pala yang sudah mati tersebut mendesak dilaksanakan program rahabilitasi tanaman, disamping mencari obat pembasmi yang benar-benar ampuh.
Bila tidak, maka tanaman perkebunan yang pernah menjadi primadona bagi petani Abdya itu segera tinggal kenangan.
Kepala Distanpan Abdya melalui Kabid Perkebunan, Azwar SHut dihubungi Serambinews.com, Kamis (14/2/2019) menjelaskan, tanaman pala seluas 2.697 ha tersebar di delapan kecamatan dari sembilan kecamatan di Abdya, kecuali Kecamatan Susoh.
Diakui bahwa tanaman komoditas ekspor tersebut banyak yang mati diserang hama mematikan, yaitu hama penggerek batang dan jamur busuk akar.
Berdasarkan data sementara yang diperoleh dari kelompok tani bahwa tanaman pala yang telah mati akibat serangan hama seluas 716 ha.