TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Masyarakat Bandung didorong untuk mengawali membangun kembali budaya toleransi dan pluralisme di wilayah Jawa Barat.
Langkah ini untuk mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme seperti makna dalam lagu “Halo-Halo Bandung”.
Selain menunjukkan semangat nasionalisme, lagu karya Ismail Marzuki sebelum kemerdekaan RI ini menunjukkan semangat patriotisme (cinta tanah air) dan toleransi yang luar biasa dari masyarakat Bandung pada waktu itu.
Demikian ditegaskan Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, yang juga Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) dalam seminar bertajuk “Melalui Komsos Kita Pelihara Kemanunggalan TNI Dengan Rakyat Guna Meningkatkan Semangat Bela Negara”, di Bandung, Jumat (01/03/2019).
Seminar ini dihadiri Kasgartap I / Jakarta Brigjen TNI Herianto Syahputra dan Kasgartap II / Bandung Marsma TNI Embu Agapitus
Dalam seminar ini hadir juga sebagai pembicara Mayor CZI Asep Sugiarto Dari Kogartap II/Bandung, Ir. Veronika Etty Sriwidayanti MM dari Diperindag Provinsi Jabar, AKBP Dr. Rusman SH, MH dari Polda Jabar dan Kolonel Dr. Drs. Bastari R., M.Pd., M.Si., M.Sc (dosen UNHAN) sebagai moderator.
Dalam sambutannya, Kasgartap II/Bandung Marsma TNI Embu Agapitus menegaskan bahwa seminar dalam rangka sosialisasi komunikasi sosial ini dimaksudkan agar terbangun sinergitas dan soliditas antara masyarakat dan TNI.
Tantangan dan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di masa depan hanya dapat dihadapi ketika hubungan TNI dan Masyarakat terjalin dengan baik. Ancaman yang ada termasuk antisipasi ledakan penduduk pada tahun 2050, radikalisasi serta intoleransi yang tumbuh di tengah masyarakat.
“Sosialisi komsos oleh Komando Garnisun Tetap (Kogartap) II/Bandung) ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama yang solid antara TNI dan Masyarakat agar segala ancaman dapat diatasi bersama,” ujar Embu Agapitus.
Putut Prabantoro dalam paparannya yang berjudul “Mari Bung Rebut Kembali”, menjelaskan bahwa lagu “Halo Bandung” itu memiliki semangat nasionalisme, pluralisme, toleransi dan sekaligus patriotisme.
Lagu yang ditulis Ismail Marzuki dalam bahasa Sunda pada awalnya dapat menjadi pengingat dan sekaligus penyemangat masyarakat Bandung dalam menumbuhkan kembali patriotisme dan nasionalisme masyarakat Pasundan atau Jawa Barat.
“Lagu Sunda ini kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam masa pendudukan Jepang dengan maksud untuk mengikis pengaruh budaya Belanda. Dan ketika Belanda ingin menguasai Bandung kembali setelah kemerdekaan, lagu tersebut digunakan untuk membangkitkan semangat perjuangan. Dan, dari lagu ini kita bisa melihat spirit yang adalah dalam lagu itu yakni spirit nasionalisme, pluralisme, toleransi dan juga tidak lupa dengan sejarah,” tegas Putut Prabantoro.
Dijelaskan lebih lanjut, kata-kata “Bandung, Ibukota Periangan, Beta, Kau dan BUNG” adalah sarat makna jika dilihat dari konteks saat ini. Beta adalah kata ganti orang untuk diri sendiri (saya) yang berasal dari daerah Indonesia Timur.
Sementara Kau adalah sebutan untuk menyebut pihak kedua dari bahasa Indonesia atau Melayu. Dan, Bung adalah sebutan kehormatan untuk semua orang pada saat perjuangan tanpa mengenal diskriminasi ataupun latar belakang.