TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - Seorang warga asal Dusun Kedui, Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, I Nengah Negeng menjadi korban anjing rabies.
Nyawanya tak tertolong dua bulan setelah digigit.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli, I Nengah Nadi mengungkapkan, kasus gigitan anjing itu terjadi dua bulan lalu, yakni 21 Desember 2018.
Anjing tersebut awalnya menggigit keponakan korban, Ni Wayan Kirana Safitri (4,5) pada bagian bokong dan paha.
"Mendapati kejadian tersebut, keesokan korban kemudian untuk memotong taring anjingnya. Ia lakukan dengan maksud agar tidak menggigit lagi," ujar Nadi, Minggu (3/3).
Baca: Dikabarkan Akan ke Komnas HAM, Mulan Jameela Mendadak Datangi Ahmad Dhani ke Penjara
Namun saat memotong taring, anjing tersebut menggingit ibu jari tangan kanan Negeng.
Luka itu dianggapnya kecil, Negeng hanya mencuci dengan sabun dan air mengalir tanpa dilanjutkan mencari Vaksin Anti Rabies (VAR).
Sedangkan keponakannya yang tergigit sehari sebelumnya, telah datang ke layanan kesehatan dan sudah mendapatkan VAR lengkap.
“Sehari setelah kejadian, anjing tersebut sempat menghilang semalaman dan kembali pada keesokan harinya. Namun anjing itu kemudian menghilang lagi dan sampai hari ini tidak diketahui keberadaannya,” ujar Nengah Nadi.
Berselang dua bulan kemudian yakni 25 Februari, Nengah Negeng mengeluhkan sesak, sulit menelan, serta dada yang terasa sakit.
Pihak keluarga juga sempat membawa Negeng berobat ke klinik swasta.
Hasil pemeriksaan kala itu, Negeng dinyatakan memiliki gejala maag. Namun dua hari kemudian, kondisi Negeng kian memburuk hingga harus dilarikan ke RSUD Bangli.
Baca: Korban Tewas Kecelakaan di Tol Cipali Bertambah Jadi 5 Orang
“Pasien saat itu diantar ke RSUD Bangli sekitar pukul 00.30 Wita karena mengeluh sesak, nyeri dada, sulit menelan, mual, dan muntah. Mulanya pasien ditangani oleh dokter spesialis jantung karena ada sesak dan nyeri dada. Tetapi dalam perkembangan di RSUD Bangli, keluhan pasien justru kian memburuk. Selain kesulitan menelan, pasien juga takut terhadap air (hydrofobia) dan takut pada embusan udara (aerofobia),” bebernya.
Tak Dapat Penanganan