Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNNEWS.COM, NGAMPRAH - Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mengundang sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait bencana Sesar Lembang.
Peneliti LIPI, Mudrik R Daryono mengatakan kedatangan LIPI ke Pemda KBB untuk mengingatkan agar waspada terhadap sumber bencana yang ada di depan mata.
LIPI juga mengakui bahwa pemda telah melakukan prosedur pencegahan melalui BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk melindungi diri.
"Kami ingatkan mereka bahwa Sesar Lembang ini terbentang sepanjang 29 kilometer dan berpotensi terjadi gempa sebesar 6-7 SR," katanya di kantor Pemda, Kamis (14/3/2019).
Secara hitung-hitungan, Mudrik menyebut saat ini memasuki fase siklus pelepasan energi.
Selama 560 tahun sekali biasanya terjadi kembali gempa pada Sesar Lembang.
"Nah sudah 160-170 tahun perhitungannya memasuki fase pelepasan energi. Pemda harus paham bersama dengan masyarakatnya. Kami lihat juga kawan-kawan dari BPBD sudah melakukan respon yang luar biasa," ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah KBB yang juga sebagai Ketua BPBD KBB, Asep Sodikin mengatakan pemda sejak 2015 telah melakukan sosialisasi dan menginventarisasi wilayah yang terdampak.
Menurut Asep, ada sebanyak lima kecamatan yang akan terdampak Sesar Lembang, di antaranya Padalarang, Ngamprah, Cisarua, Parongpong, dan Lembang.
"Dari lima kecamatan itu tentu ada puluhan desa di dalamnya. Kami sudah sosialisasikan itu berdasar data dari LIPI. Kami juga meminta kepada warga untuk miliki ruangan khusus yang aman dari gempa," katanya.
Ketika disinggung terkait anggaran untuk nantinya jika kemungkinan terjadi bencana, Asep menyebut pihaknya dapat mempergunakan anggaran on call di desa Rp 200 juta sampai 250 juta atau bisa pula berfokus pada dana permanen.
Solusi Warga di Sekitar Sesar Lembang
Bencana yang melanda Palu, Donggala, dan sekitarnya di Sulawesi Tengah bulan lalu mengejutkan banyak pihak.
Para ahli dan masyarakat pun mengingat kembali jejak sesar-sesar aktif di wilayah lain yang juga berkali-kali menjadi lokasi episentrum gempa.
Satu di antaranya adalah sesar Lembang yang terletak tidak jauh dari Kota Bandung, yang merupakan pusat pemerintaha Jabar, kawasan padat penduduk, pusat perekonomian, dan pembangunan.
Untuk memperhatikan keamanan hidup masyarakat di sekitar sesar aktif, diperlukan antisipasi, perlindungan, dan solusi lain.
Pemerintah lewat Puslitbang Permukiman dan Perumahan memiliki solusi bernama RISHA, Rumah Instan Tahan Gempa.
Geolog Indonesia, Geotrek Indonesia sekaligus SKK Migas, Ir Awang Harun Satyana, mengatakan solusi itu merupakan langkah yang bagus.
"Kalau ada solusi seperti ini masyarakat bisa lebih nyaman dan merasa aman tinggalnya, karena rumah yang mereka tinggali sudah disesuaikan dengan kondisi geologi setempat," ujar Awang Harun Satyana, kepada Tribun Jabar ditemui di Auditorium Museum Geologi Bandung, Sabtu (27/10/2018).
Awang mengatakan, di kawasan tertentu di sekitar jalur sesar jika tidak membebaskan area dari pembangunan, maka perlu diterapkan kode-kode bangunan (building code) tahan gempa.
Masyarakat dapat meminta saran dari instansi terkait atau para ahli geolog terkait dengan validasi kawasan yang dibangun sesuai dengan seberapa besar skala kerentanan goncangan gempa yang telah terprediksi sebelumnya dari geolog.
"Orang-orang instansi akan ngomong sesar ini bisa sampe 7 magnitude misalnya, nah, nanti bagian bangunan akan nyuruh untuk membangun di sistem yang juga minimal 7 magnitude daya tahannya, jadi tergantung masukan dulu dari geolog," ucapnya.
Hal itu tentunya bisa sangat membantu masyarakat, paling tidak untuk meminimalisir jatuhnya korban.
Selama ini yang mengancam nyawa warga berasal bangunan yang runtuh.
Jika menanggulangi dengan bangunan atau rumah tahan gempa, menurutnya, seharusnya dapat meminimalisir jatuhnya banyak korban.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Sesar Lembang Masuki Fase Pelepasan Energi, Ini 5 Kecamatan yang Bakal Terdampak