TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Capres nomor urut 01, Jokowi, menggelar kampanye dan bertemu dengan kalangan milenial di Kabupaten Banyuwangi, Senin (25/3/2019).
Menjadi narasumber utama dalam kegiatan Ngobrol Inspiratif Bareng Ir H Joko Widodo (Ngopi), Jokowi berbagi kisak suksesnya dari bisnis mebel sampai menjadi orang sukses dan memajukan negeri.
Dalam kesempatan tersebut Jokowi membagi cerita masa kecilnya.
Dia mengatakan, di masa kecil Jokowi juga sempat mengenyam hidup tinggal di bantaran sungai, dan digusur oleh pemerintah setempat.
"Saya ingin bercerita mundur ke belakangan, saya ingat ketika tahun 1970an. Rumah saya di bantaran sungai, dan digusur," kata Jokowi.
"Saat itu kami tidak diberi ganti rugi. Sehingga saya dan keluarga harus nebeng di rumah paman. Dua tahun nebeng di situ," cerita Jokowi.
Menurut bapak tiga anak dan kakek dua cucu itu, justru masa kecil dengan lingkungan dan pengalaman seperti itu membentuk karakter dan perilaku dirinya hingga saat ini.
Setelah menghabiskan dua tahun menumpang di rumah pamannya, Jokowi dan keluarga sempat empat hingga lima kali pindah rumah kontrakan.
"Saat kecil saya, bisa sekolah saja sudah Alhamdulilllah. Tidak membayangkan yang namanya kuliah. Tapi karena kemudahan Allah alhamdulillah bisa sekolah rampung kuliah juga rampung," urai Jokowi.
Tak sampai di sana, Jokowi juga berbagi bagaimana kisahnya hingga berhasil menjadi pengusaha meubel hingga produknya di ekspor ke mancanegara.
Pasca lulus kuliah, Jokowi mengaku tak langsung membuka usaha sendiri. Melainkan dua tahun setelag bekerja di salah satu BUMN di Aceh.
Namun lantaran tak kuat, ia lalu bersama istrinya, Iriana, memutuskan untuk kembali ke Solo. Saat itu Iriana Jokowi tengah mengandung anak pertama mereka, Gibran Rakabuming Raka.
"Saat kembali ke Solo itulah saya memulai usaha meubel," tegas Jokowi.
Saat itu usaha meubel miliknya masih berpasar lokal. Baru tahun kedua, Jokowi mampu mengembangkan pangsa pasarnya ke skala nasional. Usahanya mulai masuk ke pasar internasional di tahun ketiga.
"Saya ekspor tahun pertama, 3 bulan saya hanya satu kontainer. Saat tahun ke dua, saat pameran di Singapura banyak pembeli datang dari semua negara, di sana saya ditantang harus mengirim 18 kontainer dalam sebulan," tegasnya.
Ia mengaku bingung saat itu. Sebab di awal mula merintis karir usaha meubel ke luar negeri itu, kemampuannya untuk ekspor hanya 1 kontainer dalam satu bulan. Namun Jokowi berpikir momen itu adalah kesempatan dan ia harus berani ambil risiko.
"Tapi berani ambil risiko itu harus berhitung. Kalau tanpa kalkulasi itu namanya nekat tapi ngawur. Itu yang nggak boleh," tegasnya di hadapan ribuan millenial yang hadir dalam acara Ngopi Jokowi ini.
Oleh sebab itu ia kini masih heran mengapa banyak anak muda yang masih mengeluhkan masalah modal dalam usaha. Padahal menurutnya tidak semua usaha butuh modal yang besar.
"Modal yang saya miliki dulu adalah kepercayaan orang. Kepercayaan pembeli, kepercayaan bank, kepercayaan konsumen. Karena dulu saya juga nggak punya agunan, yang saya punya adalah kepercayaan," kata Jokowi.