TRIBUNNEWS.COM - DOSEN UNM, Wahyu Jayadi sempat kencan sebelum membunuh Siti Zulaeha Djafar (40), rekan kerjanya.
Tak hanya kencan, sebelum pembunuhan, korban Siti Zulaeha curhat kepada Wahyu Jayadi ketika sama-sama berada di dalam mobil.
Setelah melakukan penyelidikan dengan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara ( TKP) dan memeriksa saksi-saksi dan tersangka, penyidik Polres Gowa ungkap kronologi oknum dosen UNM Universitas Negeri Makassar yang membunuh rekan kerjanya.
Menurut Kabag Humas Polres Gowa AKP M Tambunan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/3/2019), penyidikan atas kasus pembunuhan staf UNM, Siti Zulaeha Djafar (40), warga perumahan Sabrina Regency blok F nomor 8, Kelurahan Paccinongang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, menggunakan metode Scientific Crime Investigation ( SCI) yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah.
Hal itu karena tidak adanya saksi saat kejadian dan korban ditemukan warga dalam kondisi tak bernyawa di depan gudang Perum Bumi Zarindah, Jalan Poros Japing, Dusun Japing, Desa Sunggumanai, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa, Jumat (22/3/2019) sekitar pukul 08.30 Wita.
“Pembunuhan dan penganiayaan berat terhadap korban terjadi Kamis (21/3/2019) sekitar pukul 20.00 Wita. Jadi tersangka yang merupakan oknum dosen Universitas Negeri Makassar ( UNM), Dr Wahyu Jayadi(44), menghentikan mobil di tepi jalan dan kemudian melakukan kekerasan fisik menggunakan tangan kosong hingga korban meninggal dunia. Setelah korban meninggal dunia, pelaku langsung kabur,” katanya.
AKP M Tambunan menceritakan tersangka dan korban bertemu sebelum pembunuhan terjadi.
Korban Ungkapkan Sesuatu Kepada Pelaku
Pada Kamis (21/3/2019) sekitar pukul 17.00 Wita, korban mengajak tersangka bertemu di parkiran kantor PT Telkom, Jalan Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Sulawesi Selatan, untuk menceritakan suatu masalah.
Awalnya masing-masing mengemudi mobil.
Selanjutnya tersangka dan korban masing-masing menggunakan mobil menuju kompleks Ruko Permata Sari, Jalan Sultan Alauddin, Makassar.
“Di kompleks Ruko Perum Permata Sari, tersangka memarkir mobilnya dan naik ke mobil korban. Di situ, tersangka menyetir mobil dan korban duduk di sampingnya menuju ke arah Kabupaten Gowa dengan rute acak dan kecepatan rendah. Korban pun mengungkapkan suatu masalah yang ingin disampaikan kepada tersangka," katanya.
Tak lama kemudian, korban dan tersangka terlibat cekcok di sepanjang jalan di pinggiran Danau Mawang, Kabupaten Gowa.
Tersangka tersinggung dengan bahasa korban yang mencampuri urusan pribadi pelaku.
"Tersangka emosi dan langsung menghentikan mobil yang kemudian melakukan kekerasan fisik berkali-kali hingga korban meninggal dunia,” katanya.
Mengetahui korban meninggal dunia, lanjut AKP M Tambunan mengatakan, tersangka kemudian panik dan mencari tempat untuk meninggalkan mobil bersama korban.
Tersangka pun kembali menyetir mobil dan membawanya ke depan gudang perumahan Bumi Zarindah.
“Setelah memarkir mobil, tersangka kemudian memasangkan seat belt ke leher korban. Tersangka turun dari mobil dalam kondisi sentral lock dan kunci ditinggal di jok driver."
"Tersangka sadar ponsel korban masih di dalam mobil sehingga pelaku ke sisi pintu kiri tempat duduk korban di jok depan sebelah kiri. Tersangka lalu melemparkan batu ke kaca hingga pecah dan mengambil handphone korban,” katanya.
Saat memecahkan kanca pintu mobil, kata AKP M Tambunan, tangan tersangka terluka dan mengeluarkan darah.
Setelah mengambil telepon seluler korban, tersangka kemudian meninggalkan TKP dengan menumpang motor orang yang melintas menuju Kota Makassar.
“Bukti-bukti ilmiah seperti sidik jadi, ceceran darah tersangka yang diidentifikasi dan diteliti oleh tim Inafis dan tim Dokpol Polda Sulsel. Jadi saat tersangka dan teman-teman kantornya melihat jenazah korban di RS Bhayangka sempat ditanya oleh polisi. Namun, pelaku mengelak dan mengaku luka pada tangannya adalah luka lama," katanya.
Polisi kemudian membawa tersangka untuk diinterogasi dan akhirnya terungkap kasus pembunuhan tersebut.
Tersangka mengakui telah membunuh korban yang merupakan rekan kerja dan tetangganya sendiri itu.
Dari hasil otopsi diketahui, korban mengalami kekerasan benda tumpul di kepala bagian tengah belakang, patah tulang leher yang mengakibatkan terhambatnya saluran pernapasan, serta luka memar di pipi kiri dan paha kanan.
Motif Membunuh
Wahyu Jayadi menjalani tes kejiwaan di RS Bhayangkara, Jalan Mappaodang, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (26/3/2019).
Dari hasil pemeriksaan, tim psikiater menemukan fakta baru mengenai motif pembunuhan yang dilakukan Wahyu Jayadi.
Kepala RS Bhayangkara, Kombes Pol Farid Amansyah menuturkan, Wahyu Jayadi nekat menghabisi nyawa Siti Zulaeha Djafar karena emosi dan tersinggung atas harga dirinya.
Kombes Pol Farid Amansyah menyebut, perasaan emosi Wahyu Jayadi memuncak ketika korban menamparnya.
Tak mampung menahan emosinya, ia pun membalas dengan cara mencekik leher korban hingga tewas.
"Jadi motifnya tersinggung dan harga diri," kata Kombes Pol Farid Amansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun-Timur.com, Selasa (26/3/2019).
Perwira menengah ini enggan menyebut seperti apa bentuk ketersinggungan atas harga diri Wahyu Jayadi hingga nekat menghabisi nyawa Siti Zulaeha Djafar.
Menurutnya, hasil pemeriksaan secara detail adalah rahasia medis seseorang yang dijamin undang-undang.
"Kecuali atas permintaan hakim atau pro justisia dapat disampaikan detailnya," kata Kombes Pol Farid Amansyah menyambung.
Lebi lanjut, kata Kombes Pol Farid Amansyah menambahkan, Wahyu Jayadi sempat panik usai membunuh.
Ia pun berupaya melakukan tindakan untuk merekayasa kejadian sesungguhnya.
Saat pemeriksaan mendalam oleh tim psikiter dan Biddokkes Polda Sulsel, Wahyu Jayadi akhirnya mengakui melakukan pembunuhan karena emosi dan tersinggung.
Diketahui, pemeriksaan psikologis ini dilakukan atas permintaan penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Gowa.
Pemeriksaan ini adalah bagian dari Scientific Crime Investigation (SCI) untuk mendalami personal Wahyu Jayadi dan mendalami motif pembunuhan.
Foto Kedekatan
Pembunuhan Siti Zulaeha Djafar diduga terjadi pada Kamis (21/3/2019), dan mayatnya baru ditemukan, Jumat (22/3/2019), pagi.
Sebelum pembunuhan terjadi, Siti Zulaeha Djafar dengan Wahyu Jayadi dekat karena urusan pekerjaan, tempat tinggal, dan kampung halaman.
Beredar melalui media sosial, foto Wahyu Jayadi foto bareng dengan Siti Zulaeha Djafar dan dua orang lainnya.
Dalam sebuah foto, ada 4 orang foto bareng.
Tampak dari kiri ke kanan: seorang pria berkemeja Korpri, Wahyu Jayadi yang mengenakan jas, Siti Zulaeha Djafar berkemeja Korpri, dan seorang pria lainnya yang juga berkemeja Korpri.
Mereka seperti menghadiri acara formal yang berlangsung di Menara Phinisi, kampus UNM, Jalan Andi Pangerang Petta Rani.
Dalam foto tampak Wahyu Jayadi dengan Siti Zulaeha Djafar diapit 2 pria.
Wahyu Jayadi agak memiringkan badannya ke Siti Zulaeha Djafar, begitu pula sebaliknya.
Mereka seperti saling melengketkan badan.
Belum diketahui, kapan foto ini dibuat.
4 Bentuk Kedekatan
Informan Tribun-Timur.com yang merupakan "orang kampus" dan dari pihak kepolisian menceritakan bagaimana kedekatan hubungan keduanya terbangun.
Kedekatan mereka terbangun sejak puluhan tahun, dari kampung.
Berikut 4 kesamaan yang membangun kedekatan hubungan.
1. Asal sama
Mereka sama-sama orang Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Soal masa remaja, Siti Zulaeha Djafar dan Wahyu Jayadi sama-sama menamatkan pendidkan SMA-nya di Sinjai.
Siti Zulaeha Djafar alumnus SMA Negeri 1 Sinjai, sedangkan Wahyu Jayadi alumnus SMA Negeri 2 Sinjai.
Siti Zulaeha Djafar tinggal di dekat SMA Negeri 1 Sinjai, Sinjai Utara, sedangkan Wahyu Jayadi di Bikeru, Kecamatan Sinjai Selatan.
Saat diamankan polisi, Wahyu Jayadi menceritakan bagaimana hubungan dirinya dengan korban hingga mengaku mendapat kepercayaan dari orangtua Siti Zulaeha Djafar untuk menjagata Siti Zulaeha Djafar.
Oleh orangtua Siti Zulaeha Djafar, Wahyu Jayadi dianggap bersaudara dengan korban.
"Kita tak punya hubungan emosional dalam tanda kutip bahwa kita saling suka sama suka. Ini karena persoalan hubungan emosional karena hubungan keluarga. Saya ingat pesannya almarhumah mamanya, 'Jagai anrimmu, jagai anrimmu (jaga adikmu, jaga adikmu). Bahasa Bugisnya seperti itu. Taniako tau laing' (kamu bukan orang lain)."
Begitu dikatakan Wahyu Jayadi saat diamankan polisi dari Unit Resmob Ditreskrimum Polda Sulsel.
2. Almamater sama
Tamat SMA, Wahyu Jayadi kemudian melanjutkan pendidilkan tinggi pada Fakultas Ilmu Keolahragaan ( FIK) Universitas Negeri Makassar ( UNM).
Sementara Siti Zulaeha Djafar memilih Fakultas Teknik UNM.
Mereka beda angkatan karena usia selisih 4 tahun.
3. Tempat kerja sama
Setelah menamatkan pendidikan tingginya, Siti Zulaeha Djafar dan Wahyu Jayadi mendaftar menjadi PNS Kemenristekdikti.
Wahyu Jayadi lolos jadi dosen FIK UNM pada tahun 2000, sedangkan Siti Zulaeha Djafar pada tahun 2015.
Mereka memilih jalan sama, mengabdi pada institusi pendidikan tinggi.
4. Tempat tinggal sama
Selain itu, beberapa tahun terakhir, mereka juga memilih tempat tinggal yang sama, di kompleks perumahan Sabrina Regency, Jalan Manggarupi, Paccinongang, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Rumah korban berada di blok F, sedangkan pelaku berada di blok E.
Sebelumnya pindah ke perumahan Sabrina Regency, pelaku tinggal di perumahan Permata Hijau Permai, Jalan Letjen Hertasning, Makassar.(*)