TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan pemilik dua kontainer kayu eboni yang disita mengajukan gugatan praperadilan terhadap pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kuasa hukum UD Mardiana selaku penggugat, Frans Lading mengatakan, sidang praperadilan dilaksanakan pada hari Jumat 12 April 2019.
Namun ditunda lantaran termohon, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK tidak hadir di persidangan.
"Kami meminta kepada hakim yang memeriksa untuk diberikan peringatan kepada termohon untuk hadir di agenda sidang selanjutnya pada tanggal 23 April 2019," ujar Frans.
Frans menyampaikan bahwa pokok pengajuan praperadilan adalah karena ketidak profesionalan dari penyidik Gakkum KLHK dalam melakukan penyitaan barang sitaan.
Dirinya menduga ketidakhadiran termohon lantaran belum mempersiapkan alat bukti yang bakal dihadirkan di persidangan.
"Langkah hukum praperadilan terpaksa kami lakukan karena menurut kami, penyidik Gakkum KLHK dalam hal ini sebagai termohon melakukan sesuatu yang keluar dari koridor hukum," katanya.
Tim gabungan Bakamla-KLHK mengamankan kapal berisi kayu eboni ilegal yang diduga akan diekspor ke luar negeri.
Upaya pengiriman kayu eboni ilegal berhasil dideteksi oleh jajaran Kapal Patroli Bakamla RI yang sedang melaksanakan tugas patroli keamanan laut di wilayah Laut Jawa pada Selasa (5/3) sekitar pukul 13:00 WIB.
Kasubbag Humas Bakamla, Letkol Mardiono mengatakan, informasi tersebut berasal dari warga yang mengaku melihat banyak penebangan kayu eboni tanpa izin.
"Penebangan kayu tersebut alas haknya merupakan kawasan hutan negara di wilayah Sulawesi Tengah. Menurut keterangan masyarakat, kayu eboni tersebut biasanya dikirim ke Surabaya menggunakan kapal kargo domestik selanjutnya akan diekspor ke luar negeri," kata Mardiono, Kamis (21/3).