Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung menyatakan terdakwa Wahid Husen bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur di Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 400 juta subsidair 4 bulan," ujar Daryanto selaku Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/4/2019).
Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 9 tahun.
Menurut hakim, terdakwa Wahid Husen mengakui dan menyesali perbuatannya dan bersikap sopan selama persidangan.
Namun, kata hakim, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam kasus ini, Wahid Husen terbukti menerima hadiah dari warga binaan Lapas Sukamiskin salah satunya Fahmi Darmawansyah berupa satu unit mobil double cabin Mitsubishi Truton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merek Kenzo, tas merek Louis Vuitton dan uang Rp 39,5 juta secara bertahap.
Baca: Pak RT Tak Mengenal Sosok Arif Kurniawan, Pengunggah Ujaran Kebencian yang Ditangkap Polda Jatim
Fahmi Darmawansyah sudah divonis bersalah karena memberi gratifikasi dan dipidana selama 3,5 tahun.
"Atas pemberian hadiah itu, terdakwa membiarkan Fahmi Darmawansyah menempati kamar tahanan dengan fasilitas istimewa seperti dilengkapi TV, AC, interior hingga diperbolehkan menggunakan ponsel," ujar anggota majelis hakim, Marsidin Nawawi.
"Padahal fasilitas itu tidak diperbolehkan oleh Permenkum HAM tentang Tata Tertib Lapas dan Rutan. Atas perbuatan Fahmi, seharusnya terdakwa memberi sanksi pada Fahmi Darmawansyah namun justru tidak dilakukan," kata dia.
Kemudian, kata Marsidin, terdakwa Wahid Husen juga membiarkan Fahmi Darmawansyah berobat ke luar lapas di rumah sakit swasta.
Selain itu, Fahmi juga menyalahgunakan izin keluar lapas itu dengan pulang ke rumah kontrakannya di Jalan Arcamanik.
"Padahal menurut ketentuan, warga binaan yang hendak berobat harus ke rumah sakit pemerintah, bukan ke rumah sakit swasta sesuai pilihan warga binaan. Terdakwa juga mengetahui dan embiarkan Fahmi Darmawansyah menyalahgunakan izin keluar lapas untuk berobat," ujar Marsidin.
Selain dari Fahmi, perbuatan yang sama seperti Fahmi juga diberikan oleh warga binaan lain seperti Fuad Amin Nasution, terpidana kasus korupsi.
Baca: Sandang Status Decacorn Pertama Indonesia, Valuasi Go-Jek Melebihi Angka Rp 14 Triliun