News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Warga Trenggalek Kembali Membedayakan Tanaman Bambu, Ini Teknik Pembibitannya

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bibit-bibit bambu tersebar di lahan sekitar 3 hektare di Dusun Klangsur, Desa/Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek.

TRIBUNNEWS.COM, TRENGGALEK - Jimin tengah sibuk memotong puluhan bambu muda di teras samping rumahnya di dusun Klangsur, Desa/Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, Selasa (23/4/2019), dengan alat potong mesin.

Bagian batang ia sisihkan untuk bahan mentah kerajinan. Sementara akar ruas bambu ia taruh di tempat lain. Akar ruas inilah yang akan dijadikan bahan pembibitan.

“Kami pembibitannya pakai (cara) stek. Bisa juga dengan cara sistem jaringan. Tapi biayanya lebih mahal dan potensi gagalnya lebih besar,” kata pria itu.

Akar ruas itu rencananya bakal ia tancapkan di sekitar sekitar 10.000 polybag yang masih kosong di terasiring lahan seluas 3 hektare (ha) di dusun tempat ia tinggal. Hingga saat ini, kata Jimin, sudah ada sekitar 20.000 bibit bambu di sana.

Jimin adalah salah satu warga yang membantu Agus Supriyanto (35), penggagas penanaman bibit bambu di desa itu.

Ia menunjukkan usia masing-masing bibit yang sudah ditanam. Informasi usia penanamannya tertulis di batang bambu yang ia tancapkan di masing-masing area.

“Kalau ini sudah 7 bulan, sudah siap tanam,” terang dia.

Untuk mendapat bambu usia muda, tak jarang ia harus “turun” ke kecamatan lain. Sebagian besar pohon calon bibit itu dibeli dari bambu yang ditanam warga.

Ruas akar bambu yang Jimin pakai untuk bibit, panjangnya sekitar 10 sampai 15 centimeter (cm). Ruas ditancapkan ke polybag yang sudah disiapkan, lalu ditutup dengan plastik. Satu plastik besar dipakai untuk menutup puluhan polybag bibit bambu.

Setelah beberapa pekan, plastik dilepas. Jimin tinggal menjalankan tugas perawatan rutin. 

Bambu Sumber Ekologi dan Ekonomo

Area sekitar 3 hektare (ha) di Dusun Klangsur, Desa/Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek dipenuhi bibit-bibit bambu.

Baru dikelola sekitar tujuh bulan, tunas-tunas tanaman itu memenuhi lahan terasiring di daerah pergunungan.

Butuh waktu sekitar sejam perjalanan dari pusat Kabupaten Trenggalek menuju tempat pembibitan bambu itu.

Sepanjang jalan, beberapa area di kanan-kiri jalan dipenuhi pohon-pohon pinus yang ditanam Perum Perhutani.

“Di sini mayoritas ditanam pohon pinus. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kerajinan bambu, kami sering harus mendatangkan dari luar daerah karena kebutuhannya banyak,” kata Agus Supriyanto (35), penggagas penanaman bibit bambu di desa itu, Selasa (23/5).

Agus, tujuh tahun terakhir, juga seorang pengusaha kerajinan bambu di desa itu. Lewat usaha tersebut, ia membuka lapangan kerja untuk sekitar 350 orang di sepuluh desa sekitar tempat tinggalnya.

Ada dua jenis bibit yang dia – dan anggota komunitas Laskar Bumi – tanam di lahan tersebut, yakni bambu wuluh dan bambu petung.

Bambu wuluh antara lain dimanfaatkan untuk kerajinan sedotan. Sementara bambu petung dipakai untuk lebih banyak jenis kerajinan.

Ia mengatakan, ide awal pembibitan bambu muncul dari rasa peduli terhadap alam. Area tanah di sekitar tempat tinggalnya terbilang cukup rawan terhadap longsor.

Maklum, Kecamatan Dongko termasuk area pergunungan dengan tinggi antara 567 meter di atas permukaan laut (dpl) hingga 848 dpl.

Data mencatat, dalam dua pekan pada bulan Maret lalu, ada 27 titik longsor di salah satu desa di Kecamatan Dongko. Longsor juga beberapa kali terjadi di jalur penghubung Trenggalek-Pacitan.

Dari berbagai literasi, ia tahu bahwa bambu punya perakaran serabut yang padat, kuat, dan banyak.

Ini bisa menjadi salah satu tanaman penahan tanah agar tak gampang longsor. Selain itu, bambu juga punya kemampuan untuk menghambat air hujan.

“Setiap musim kemarau, sumber air di sini habis. Lalu saya pikir, kenapa tidak menanam bambu saja yang bisa untuk ‘menabung’ air,” ungkapnya.

Tekat untuk membibitkan bambu jadi lebih kuat karena pohon itu juga menjadi salah satu bahan baku usaha yang ia geluti.

Agus berharap, langkahnya untuk mulai membibitkan bambu akan menginspirasi daerah lain di Trenggalek yang juga berada di area pergunungan.

Sebagian besar bibit yang dia tanam sudah ditanam di beberapa desa sekitar tempat tinggalnya. Salah satu hasilnya, terang dia, ada sumber air yang sebelumnya mati jadi hidup kembali.

“Sumber air itu kini dimanfaatkan oleh banyak warga di sekitar sana,” ungkapnya, bangga.

Tidak sedikit duit yang sudah Agus keluarkan untuk memulai gerakan itu. Dalam tujuh bulan terakhir, ia mengaku sudah mengeluarkan duit lebih dari Rp 100 juta. Uang itu ia pakai untuk membersihkan lahan dan membeli bibit.

“Perbandingan gagal sama berhasilnya bisa 50 banding 50,” ungkap bapak dua anak itu.

Cita-cita terbesar Agus saat ini adalah membuat hutan bambu di lahan yang ia punya. Syukur-syukur kalau bisa jadi tempat wisata.

Selain itu, ia juga ingin mempunyai pohon-pohon bambu dalam skala besar buat kebutuhan produksi. Tentu ini bukan hal mudah. Butuh waktu sekitar 4-5 tahun untuk mengubah dari bambu tunas menjadi bambu siap dijadikan bahan kerajinan. 

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Mengenal Teknik Pembibitan Bambu yang Dijalankan Warga Trenggalek

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini