TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA - Pesantren yang tersebar di berbagai penjuru negeri memiliki peran penting dalam membangun negeri.
Dengan sumber daya manusianya yang handal menjadi modal penting untuk meningkatkan daya saing dan perdagangan nasional.
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Soetrisno Bachir karena itu berharap, pesanten terus berbenah dan meningkatkan perannya demi kemaslahatan umat.
“Jumlah pesantren saat ini sekitar 22 ribu dengan jumlah santrinya sekitar 4 juta. Ini modal dalam pembangunan termasuk di bidang industri dan perdagangan,” ungkap Soetrisno saat menjadi pembicara dalam dialog bertajuk “Strategi Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Pesantren di Tasikmalaya”.
Di Ponpes Raudlatul Mutta'alimin, Tasikmalaya, Jawa Barat yang diasuh KH. Ate Musodik Bahrum, Soetrisno menuturkan, peran penting pesantren sebagai lembaga pendidikan adalah memperkuat keterampilan santri sebagai tenaga profesional, berakhlak baik dan punya kompetensi.
Dengan demikian, pesantren mampu berperan untuk memajukan ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing.
Lalu, pesantren juga dituntut mampu mengolah komoditas potensial di sekitarnya agar punya nilai tambah. Dan menjadikannya sebagai pusat keunggulan ekonomi lokal.
Soetrisno mendukung konsep “One Pesantren One Product” (OPOP) dengan menciptakan nilai tambah komoditas lokal sebagai peningkatan daya saing ekonomi lokal.
Oleh karena itu, kata Soetrisno, daya saing menjadi kata kunci untuk mendukung pemerintah di sektor perdagangan. Apalagi itu disebut sebagai salah satu faktor untuk mengatasi defisit transaksi perdagangan.
Lewat konsep OPOP itu, pesantren bisa mengambil peran untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional dan bisa menghasilkan devisa.
Dikatakan Soetrisno, di samping itu, pesantren juga bisa memperkuat produk lokal untuk konsumsi dalam negeri sebagai pengganti impor.
“Produk-produk lokal Tasikmalaya seperti konveksi, bordir, dan produk hortikultura bisa ditingkatkan daya saingnya sehingga bisa masuk pasar ekspor untuk menambah devisa. Juga mampu menggantikan produk impor,” tutur Soetrisno.