TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Kisah Mbah Roso (92) sempat viral di lini masa sejumlah grup Facebook, Selasa (14/5/2019) pagi.
Penjual rokok dalam warung kelontong itu memperlihatkan empat lembar uang pecahan Rp 100 ribu yang diduga palsu.
Suroso, nama asli Mbah Roso, sehari-hari berjualan rokok di kawasan Jalan Ir Juanda, Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota Solo.
Dia ditemani istri, Parjiem (83) atau Mbah Par, sapaan akrabnya.
Uang palsu tersebut didapatnya dari seorang pria yang memborong sejumlah dagangannya.
Pria yang belum diketahui identitasnya itu mengendarai mobil warna perak.
Rinciannya, Rp 300 ribu uang palsu dibelikan rokok 14 bungkus dan Rp 100 ribu lainnya sekadar tukar dua lembar pecahan Rp 50 ribu uang asli.
"Saya tidak tahu kalau itu uang palsu. Karena mirip uang asli," ujar Mbah Roso dalam bahasa jawa sembari terkekeh.
Pria pengedar uang palsu, lanjut Mbah Roso, pergi ke arah timur atau Kabupaten Karanganyar.
Kapolsek Jebres Ganti Kerugian Mbah Roso
Mengetahui informasi yang sudah viral itu, Kapolsek Jebres Polresta Solo, Kompol Juliana beserta jajarannya langsung tancap gas menuju lokasi warung Mbah Roso.
Dia mengecek empat lembar uang yang diduga palsu itu.
Kompol Juliana beberapa kali tampak meraba sekaligus menerawang untuk mengetahui keaslian uang.
Sejurus kemudian, Juliana memastikan empat lembar uang tersebut memang palsu.
"Kami sudah mengecek fisik uang. Ternyata memang palsu. Ada perbedaaan warna, perbedaan logo Bank Indonesia juga," jelasnya ketika gelar perkara singkat di warung Mbah Roso.
Juliana berujar kepolisian sengaja mendatangi warung Mbah Roso lantaran inisiatif pelayanan masyarakat.
"Beliau sudah sepuh. Kasihan kalau datang sendiri ke kantor. Jadi kami sendiri yang datang untuk minta keterangan sekaligus upaya pengungkapan pengedar uang palsu," tambahnya.
Setelah mendapat cukup keterangan, Kompol Juliana mendekati Mbah Roso sembari merogoh sakunya.
Perwira berpangkat melati satu itu memberikan Rp 400 ribu uang asli sebagai ganti kerugian Mbah Roso.
Raut wajah Mbah Roso pun tampak semringah.
Dia berterimakasih masih ada polisi yang baik dan peduli.
Sebelum kembali ke kantor, Kompol Juliana berpesan agar masyarakat selalu waspada dalam bertransaksi.
Pengedar uang palsu, kata Juliana, sering mengincar penjual yang sudah lanjut usia.
"Mereka akan pikir-pikir kalau membelanjakan uang palsu ke toko modern. Jadi sasarannya ke penjual yang sudah tua," jelasnya.
Penngedar di Jombang Ditangkap
Peredaran uang palsu menjelang lebaran biasanya meningkat. Sebelumnya Polres Jombang juga mengungkap jaringan pengedar uang palsu.
Dua pemuda yang dituding mencetak dan mengedarkan uang palsu (upal) pecahan Rp 50.000 ditangkap.
Dalam menjalankan aksinya, mereka hanya menggunakan printer dan kertas jenis HVS (Houtvrij Schrijfpapier/bahasa Belanda, yang artinya kertas tulis bebas serat kayu).
Karena berbahan HVS, uang palsu hasil cetakan dua pemuda ini pun berkualitas rendah, dan sangat kelihatan bedanya dengan uang yang asli.
Dua pemuda yang diringkus itu Defit Sujianto (26), warga Dusun Kalangan, Desa Keplaksari, Kecamatan Peterongan, dan Dwiky Muddasir (22), penjaga warnet asal Desa/Kecamatan Peterongan.
Berbareng penangkapan itu, polisi juga menyita uang palsu pecahan Rp 50.000 sebanyak 44 lembar.
Sebagian kecil upal sudah berhasil dibelanjakan.
Polisi juga menyita satu unit monitor merek LG, satu unit CPU (central proccessor unit) merek Power Up, satu unit keyboard komputer merek Votre, serta satu unit printer warna merek Epson L360.
"Keduanya kini kami tahan di mapolres untuk penyelidikan lebih lanjut," kata Kepala Bagian Opersional Satreskrim Polres Jombang Iptu Sujadi, kepada SURYA.co.id, Kamis (4/4/2019).
Sujadi menjelaskan, dua pelaku tersebut mempunyai peran masing-masing dalam mencetak upal.
Defit bertugas mengedarkan uang palsu, sedangkan Dwiky bertugas mencetak uang palsu.
Dalam pengakuan kedua tersangka, kata Sudjadi, mereka baru melakukan aksi cetak upal selama Maret.
Hasilnya, mereka sudah mencetak 48 lembar upal pecahan Rp 50.000.
"Dari jumlah tersebut, empat lembar sudah dibelanjakan untuk membeli bensin dan minum kopi. Untuk mengelabui penjual bensin dan penjual warung kopi, pembelanjaan dilakukan malam hari," tambah Sudjadi.
Sedangkan 44 lembar sisanya belum sempat dibelanjakan.
Uang palsu tersebut selanjutnya disita oleh polisi sebagai barang bukti.
"Mereka menggunakan kertas HVS dan printer dalam mencetak upal tersebut. Sementara, gambarnya yang digunakan sebagai masternya didownload dari internet," terang Sudjadi.
Sudjadi melanjutkan, pengungkapan kasus bermula ketika Defit mencetak upal, kemudian dipamerkan kepada orang tuanya.
Hal itu untuk membohongi ayahnya, dengan mengaku dirinya sudah bekerja dan mendapatkan gaji.
Selain itu, uang tersebut juga akan digunakan untuk mahar sebuah even.
Namun tumpukan upal yang memiliki nomor seri sama itu digunakan untuk berbelanja.
Rinciannya, dibelikan BBM (bahan bakar minyak) dan untuk membayar minum di warung kopi.
Tetapi pemilik warung kopi kemudian mengetahui uang yang diterima dari keduanya palsu, sehingga melaporkannya ke polisi.
Dari situ, polisi menyelidiki dan hasilnya mengarah kepada kedua tersangka. Polisi lantas menangkap keduanya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat pasal 36 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Ancaman hukumannya penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar," pungkas Sudjadi. (tribun jateng/Daniel Ari Purnomo).