TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Semangat kebangsaan atau rasa nasionalisme pada NKRI memang sudah diawali sejak era 1908, yaitu ketika berdirinya perkumpulan Budi Utomo, yang di Motori oleh dr Wahidin Sudirohusodo dan Dr Sutomo dan kawan-kawan.
Berangkat dari itulah, masyarakat Yogya yang tergabung dalam Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat (KNH) turut merayakan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei 2019, mereka berupaya merangkai kembali kecintaan pada NKRI di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Senin sore (20/5/2019).
Dari lahirnya Budi Utomo 20 Mei 1908 itulah para tokoh menetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Dari perjalanan panjang sejarah negeri ini menuju kemerdekaan 1945, tiga tokoh besar Indonesia, yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno merumuskan Pancasila sebagai dasar haluan negara dan pandangan hidup bangsa yang disepakati secara bersama.
Namun, akhir-akhir ini rasa nasionalisme itu mulai terusik oleh kepentingan politik sesaat sebagai konsekuensi logis dari sebuah negara demokrasi.
Pemilihan Umum Presiden 2019 melahirkan luka-luka sejarah bagi kerukunan dan keberagaman berbagsa dan bernegara. Semangat nasionalisme kita mulai terkoyak.
Pancasila sebagai rumah besar yang menaungi pluralitas kembali dipersoalkan oleh kelompok-kelompok yang tidak menginginkan Pancasila sebagai narasi besar bangsa Indonesia.
Dalam keterangan pers tertulisnya, Koordinator KNH, Sigit Sugito mengatakan berangkat dari rasa keprihatinan ini, masyarakat Yogyakarta, yang tergabung dalam Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat (KNH) bermaksud mengadakan peringatan hari Kebangkitan Nasional sebagai upaya merangkai kembali kecintaan pada negeri tercinta ini.
"Juga sekaligus mengembalikan Marwah Pancasila sebagai pemersatu dan menganyam spirit pluralisme dalam kehidupan berbagsa dan bernegara," ungkap Sigit Sugito.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional dilanjutkan dengan prosesi Tundung Larung Sengkuni dari Yogya. Dalam cerita pewayangan, Sengkuni adalah tokoh antagonis yang istimewa, tapi keistimewaannya bukan dalam hal yang positif.
Sengkuni adalah gambaran manusia yang penuh kelicikan dan jahat. Walau sebenarnya Sengkuni adalah tokoh yang tangkas, pandai bicara dan penuh akal. Namun kepandaian itu justru dimanfaatkan untuk memfitnah dan mencelakakan orang lain.
Acara ini dimaknai sebagai upaya mengusir sifat-sifat Sengkuni yang ada di negeri ini dan khususnya di Yogyakarta sebagai daerah istimewa yang menjunjung tinggi toleransi, pluralitas, dan kerukunan beragama.
Acara ini juga dimaknai sebagai mengusir pengaruh jahat dalam masyarakat.