Laporan Wartawan Serambi Indonesia Misran Asri
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Operasi Patroli Laut Terpadu Jaring Sriwijaya 2019 sinergi Bea Cukai Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Kepulauan Riau (Kepri) menggagalkan penyelundupan ekspor 40 ton rotan dari Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang tujuan ke Penang, Malaysia.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh, Safuadi dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Selasa (25/6/2019) malam, menyebutkan 40 ton rotan tersebut dikemas dalam 83 bundel.
Rotan-rotan itu diangkut menggunakan Kapal Motor (KM) Bintang Kejora dan berhasil digagalkan, Jumat (21/6/2019) sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, di Perairan Pantai Keuremak, Aceh Tamiang.
KM Bintang Kejora berbendera Indonesia itu memuat 40 ton rotan asalan yang akan diekspor ke Pulau Penang, Malaysia itu diperkirakan bernilai Rp 680 juta.
"Kapal patroli Bea Cukai BC10002 mengejar KM Bintang Kejora berdasarkan informasi masyarakat. Kemudian tim patroli melakukan pencegahan dan pemeriksaan awal terhadap awak dan KM Bintang Kejora," kata Safuadi.
Berdasarkan pemeriksaan awal, rotan muatan KM Bintang Kejora ini tidak diberitahukan dalam daftar muatan kapal (manifest) serta tidak dilengkapi dokumen kepabeanan yang sah, di antaranya pemberitahuan ekspor barang, persetujuan ekspor, maupun karantina tumbuhan.
Baca: Yakin Penangguhan Penahanan Dikabulkan, Eggy Sudjana Cabut Gugatan Praperadilan
Oleh karena itu, tim patroli menindak KM Bintang Kejora beserta muatannya. Kemudian menyegelnya.
Selanjutnya, awak kapal dan KM Bintang Kejora ditarik ke Pangkalan Bea Cukai Belawan untuk dilakukan proses pemeriksaan mendalam dan penyidikan.
"Keenam tersangka awak kapal KM Bintang Kejora dengan nahkoda inisial R (54) serta lima ABK saat ini ditahan di Rumah Tahanan kelas II B Labuhan Deli, Medan," sebut Kakanwil DJBC Aceh ini.
Ia pun menerangkan rotan dalam bentuk utuh (mentah/segar/dicuci/dikikis buku-bukunya).
Ia menjelaskan rotan setengah jadi, hati rotan, kulit rotan, dan rotan yang tidak dalam bentuk utuh merupakan barang di bidang kehutanan yang dilarang ekspor.
Hal ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/7/2012 tanggal 18 Juli 2012 Tentang Barang Dilarang Ekspor.
"Sanksi hukum atas pelaku tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 102A huruf (a) dan/atau Pasal 102A huruf (e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan," terang Safuadi.
Baca: Terungkap, Ini Alasan Seorang Guru Mencambuk Muridnya dengan Rotan hingga Meninggalkan Bekas
Sanksi hukum tersebut, yaitu setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean; setiap orang yang mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 9A Ayat (1) dipidana.
Karena, melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan pidana penjara maksimal 10 tahun dan pidana denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 5 miliar.
"Dengan adanya sanksi hukum ini, diharapkan pelaku usaha maupun masyarakat tidak melakukan tindakan penyelundupan di bidang ekspor," ujarnya.
Safuadi menyebutkan DJBC selalu berupaya melindungi industri dalam negeri, melindungi masyarakat dan lingkungannya dari kerugian yang didapat atas tindakan ekspor ilegal serta meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendongkrak penerimaan negara dari sektor perpajakan.
"Hal ini sejalan dengan fungsi Bea Cukai sebagai community protector, trade fasilitator, industrial assistance, dan revenue collector untuk menjadikan Indonesia melalui Kementerian Keuangan Tepercaya, agar Bea Cukai semakin baik," demikian Safuadi.