TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Fakta kekejaman Prada DP yang tega membunuh dan memutilasi kekasihnya Fera Oktaria (21) terungkap dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kamis (1/8/2019).
Dalam sidang dengan agenda Dakwaan tersebut, Oditur menyebutkan secara detail kronologi pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan Prada DP terhadap pacarnya itu.
Prada DP diketahui membunuh Fera dilatarbelakangi asmara, dimana ia menduga bahwa ada pria lain yang saat ini sedang mendekati korban.
Kecurigaan itu membuatnya kabur dari lokasi pendidikan kejuruan Infantri di Baturaja,pada 3 Mei 2019 lalu.
Keributan dipicu masalah pasword ponsel
Prada DP dan Fera Oktria terlibat keributan karena ponsel korban dalam kondisi terkunci.
"Terdakwa dan korban sempat sepakat untuk membuat sandi handphone adalah tanggal hari jadian mereka yakni 091914. Namun, setelah dicek terdakwa sandi itu berubah," ujar Oditur.
Merasa curiga, Prada DP lalu menanyakan kepada korban kenapa sandi ponsel tersebut telah berubah.
"Lalu dijawab oleh korban, kamu mau enak saja berhubungan terus. Kapan kamu mau nikahi saya, sekarang saya sudah hamil dua bulan," ujar Mayor D Butar Butar.
Baca: Fakta Baru Pembunuhan Kasir Minimarket : Akibat Sandi Ponsel Berubah dan Korban Sudah Hamil 2 Bulan
Baca: Syahnaz Terkejut ART Dituding Tak Kerja Karena Rumah Raffi Ahmad Berantakan, Nisya Ungkap Faktanya
Baca: Titik Sensitif Kasus Ikan Asin Diungkap Hotman ke Fairuz, Inilah Penentuan Nasib Galih, Rey&Pablo;
Baca: Fakta Agung Hercules Meninggal, Awal Mula Sakit hingga Ungkapan Sinyorita Sebelum Sahabat Meninggal
Jawaban tersebut membuat Prada DP marah lalu membenturkan kepala Fera ke dinding dan membuatnya tak sadarkan diri.
Kurang puas, pelaku lalu membekapnya hingga korban pun tewas seketika.
Merasa takut, Prada DP berupaya menghilangkan jejak dengan mencoba melakukan mutilasi dan membakar mayat korban, tapi usaha tersebut gagal.
"Prada DP telah berencana untuk membunuh korban jika memiliki pria lain," jelasnya.
Gergaji patah dua kali
Prada DP gagal melakukan mutilasi hingga tuntas karena gergaji yang digunakan patah.
Dalam dakwaan, Prada DP yang telah membunuh Fera dengan cara dicekik kebingungan untuk menghilangkan jejak atas aksi kejahatannya tersebut.
Ia lalu keluar kamar penginapan dan melihat satu gergaji yang berada di dalam gudang dan digunakan untuk memotong tubuh Fera.
Namun saat terdakwa mencoba memutilasi korban, gergaji itu patah sebelum tangan korban putus.
Setelah gergaji patah, Prada DP kembali keluar kamar dan membawa sepeda motor milik korban menuju ke pasar.
Di sana ia membeli buah serta gergaji dan tas untuk dibawa kembali ke penginapan. Saat dipenginapan, terdakwa kembali melakukan mutilasi. Namun, gergaji itu kembali patah.
Prada DP menghubungi seorang temannya dan memberitahukan bahwa Fera telah ia bunuh. Temanya pun terkejut atas tindakan Prada DP. Ia lalu meminta saran untuk menghilangkan jejak aksi pembunuhan tersebut.
"Teman dari terdakwa menyebutkan bakar saja," jelasnya.
Kondisi tubuh Fera yang sudah terbujur kaku lalu dimasukkan Prada DP ke dalam kasur. Ia menyiapkan obat nyamuk bakar yang telah dirakit dijadikan alat untuk membakar jenazah Fera.
Obat nyamuk yang dihidupkan terdakwa ternyata mati sehingga tubuh korban gagal dibakar.
Setelah membunuh dan memutilasi Fera, Prada DP duduk santai sembari mengisap satu batang rokok serta memakan buah jeruk di dalam kamar penginapan.
Jeruk tersebut sebelumnya dibeli oleh Prada DP di pasar tak jauh dari penginapan di Kabupaten Musi Banyuasin, saat membeli tas, koper serta gergaji. Seluruh barang tersebut, rencananya digunakan Prada DP untuk membungkus jenazah korban.
Menangis di ruang sidang
Saat persidangan berlangsung, Prada DP tiba-tiba menangis. Hal itu saat kakak kandung Fera, Putra bersaksi di persidangan.
Letkol CHK Khazim sebagai hakim ketua sempat berulang kali mengingatkan kepada Prada DP untuk tidak menangis di ruang sidang.
Dalam kesaksiannya, Putra mengaku bahwa Prada DP dikenal sebagai sosok yang tempramental terhadap adiknya.
Sifat Prada DP yang begitu, membuat keluarga sempat berupaya untuk menjauhkan korban dengan pelaku agar hubungan mereka berakhir.
Bahkan, saat Fera hendak dikuliahkan di Bengkulu, Prada DP langsung mendatangi korban dan menyuruhnya pulang.
"Dia selalu melakukan kekerasan kepada korban yang mulia,"kata Putra dalam sidang.
Tolak maaf ibu Prada DP
Ibu terdakwa Prada DP, Lena batal memberikan kesaksian. Ketua hakim Letkol CHK Khazim pun menanyakan kesediaan Lena untuk diambil keterangan.
"Apakah saksi bersedia diambil keterangan dalam sidang ini?,"tanya Hakim.
"Tidak bersedia yang mulia," ujar Lena.
Baca: Bukan Untuk Minta Hadiah, Siswi SMP Ini Nekat Tembus Penjagaan Paspampres Demi Beri Gitar ke Jokowi
Baca: Bukan Untuk Minta Hadiah, Siswi SMP Ini Nekat Tembus Penjagaan Paspampres Demi Beri Gitar ke Jokowi
Baca: Kata-kata Terakhir Agung Hercules Sebelum Wafat Disampaikan Sang Istri, Ada Pesan Khusus untuk Fans
Mendengar jawaban tersebut, Hakim menanyakan alasan dari Lena.
"Saya takut pak, saya ingin minta maaf dengan keluarga Fera," ucap Lena sembari menangis.
"Tidak apa-apa, itu hak anda untuk tidak ingin diambil kesaksian. Untuk permohonan maaf akan disampaikan kepada keluarga korban," jawab Letkol CHK Khazim.
Letkol CHK Khazim langsung menanyakan kepada Suhartini terkait permohonan maaf yang ingin disampaikan oleh Lena.
"Saya tidak bersedia yang mulia, saya belum sanggup," ungkap Suhartini.
Setelah mendengar pernyataan tersebut, Lena akhirnya langsung dibawa keluar dan Hakim ketua menutup sidang.
"Sidang akan dilanjutkan pekan depan pada hari selasa, untuk mendengar keterangan saksi lain," ujar ketua Hakim.
Minta Prada DP dihukum mati
Suhartini (50), ibu dari Fera meminta kepada hakim untuk menjatuhkan mati kepada Prada DP karena telah membunuh anaknya secara sadis.
"Saya minta hukuman setimpal, saya minta dia dihukum mati," ucap Suhartini.
Dalam kesaksiannya di persidangan, Suhartini mengaku bahwa Prada DP sempat beberapa kali datang ke rumah korban untuk mengajak Fera jalan.
Permintaan itu ditolak korban karena terdakwa sering menganiaya Fera. Fera sempat menyampaikan bahwa telah putus dari Prada DP karena sering diniaya.
Bahkan saat pelantikan Prada DP di Lahat sebagai anggota TNI, Fera pun enggan menghadirinya meskipun saat itu telah dijemput oleh orangtua terdakwa.
"Pernah waktu itu, anak saya nolak untuk diajak jalan dia marah. Bahkan teralis rumah bunyi seperti benturan. Saya langsung keluar, saya kira Fera dipukul terdakwa. Fera bilang DP memukul kepala sendiri. Sudah sering anak saya bilang dia ini cemburuan sering lakukan kekerasan kepada anak saya," ujarnya.
Sebelum kejadian, keluarga Fera pun telah waspada dengan tingkah laku Prada DP karena mereka mengatahui bahwa terdakwa kabur dari tempat latihan.
Suhartini pun sempat cemas dengan kondisi Fera yang selalu pulang larut malam karena bekerja sebagai kasir minimarket.
Ia sempat ingin menjemput anaknya tersebut usai bekerja. Suhartini juga begitu cemas mengetahui Fera tak kunjung pulang ke rumah tanpa kabar.
Pihak keluarga pun akhirnya melakukan pencarian dan membuat laporan ke Polresta Palembang sampai Fera Oktaria ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
"Dia harapan keluarga dan anak bungsu kami. Saya merasa sakit Pak," ujarnya.
Pasal berlapis
Mayor D Butar Butar sebagai Oditur menuntut terdakwa Prada DP dengan pasal berlapis yakni 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan subsider 338 KUHP tentang pembunuhan.
Mayor D Butar Butar didakwaannya menyebutkan, Prada DP diketahui telah melakukan perencanaan sebelum menghabisi nyawa Fera. (Kontributor Palembang, Aji YK Putra)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Prada DP Mutilasi Kekasihnya, Menangis Saat Sidang hingga Makan Jeruk Sambil Merokok di Samping Jenazah"