TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Pada Sabtu (10/8/2019) seekor buaya Sinyulong sekira 6 meter ditembak warga hingga mati.
Kematian buaya Sinyulong di Desa Pulau Temiang, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, masih menyisakan persoalan.
Warga mencurigai, buaya sinyulong 6 meter tersebut merupakan buaya yang memakan warga di Tebo Ulu pada 2018.
Perut buaya tersebut akhirnya dibedah.
Warga resah dengan keberadaan buaya sepanjang 6 meter itu, mengingat adanya sejumlah konflik yang terjadi antara warga dan buaya cukup tinggi belakangan ini.
Bahkan bukan hanya sering menampakkan diri.
Baca: Balada Messy, Khilaf Gelapkan BPKB Senilai Rp 2,1 Miliar Demi Ambisi Gaya Hidup Ala Sosialita
Baca: Fakta-fakta Film Bumi Manusia yang Tayang Hari Ini, Studio yang Unik hingga Kontroversi Pemeran
Baca: Barbie Kumalasari Bantu Nenek Pencari Kerang & Nyebur ke Rawa, Sikapnya Dibandingkan dengan Meldi
Baca: Penyelamatan Kiper Liverpool Dianggap Tak Sah, Kenapa?
Buaya itu, kata beberapa warga, pernah menyerang warga yang beraktivitas di sungai sekitar desa.
Saat air sungai surut selama musim kemarau, buaya sinyulong itu pun lebih intens terlihat oleh warga.
Itu yang menyebabkan warga menembak mati buaya tersebut.
Setelah mati, perut buaya itu dibedah warga untuk dilihat isinya.
Itu untuk memastikan buaya itu yang pernah memangsa salah seorang warga pada Februari 2018 lalu.
Namun tak disangka yang ditemukan membuat kaget.
Pasalnya saat dibedah, dalam perut satwa yang berstatus dilindungi itu terdapat sampah plastik.
"Ada ditemukan plastik, karung dan jaring di dalam perutnya. Itu yang melakukan warga waktu buaya itu mati mereka bedah untuk melihat apakah ada tulang belulang manusia," ujar Hefa Edison Tim Penanggulangan Konflik Satwa Liar BKSDA Jambi, Selasa (13/8/2019).
Hefa menambahkan bahwa tak ditemukan tulang manusia di dalam perut buaya Sinyolong itu.
"Ada tulang belulang, tapi kemungkinan hewan karena tulangnya kecil," katanya.
Termasuk langka
Hefa menyayangkan buaya sinyulong tersebut ditembak mati.
Pasalnya sangat jarang bisa ditemukan ukuran buaya sinyulong sepanjang enam meter.
Apalagi buaya Sinyolong masuk dalam satwa dilindungi berdasarkan IUCN dengan status terancam punah.
Buaya sepanjang enam meter itu berjenis kelamin betina.
"Usianya itu kita perkirakan 30 sampai 50 tahun untuk ukuran seperti itu," terang Hefa.
Kasus temuan limbah plastik di dalam perut buaya bukanlah pertama kali terjadi di Jambi.
Hefa Edison mengatakan pada 2014, BKSDA Jambi pernah menemukan kasus kematian buaya akibat limbah plastik.
Limbah plastik tersebut ditemukan di dalam perut buaya yang mati.
"Kejadian tahun 2014 di Tungkal kami menemukan buaya mati, setelah diperiksa didalam perutnya kami menemukan sampah plastik, itu jenis buaya muara," ujarnya.
Aliran Sungai Batanghari dan anak sungainya menjadi habitat hidup pada buaya berdasarkan penelitian tahun 2011.
"Pernah dilakukan penelitian tapi saya tidak pegang datanya, penelitian itu menyebutkan kalau sungai Batanghari dan anak sungainya sampai ke hulu menjadi habitat buaya sinyulong," ujarnya.
"Yang mengherankan ditemukan buaya muara di hulu sungai Batanghari, seperti di Tebo," pungkasnya.
Namun sangat disayangkan, limbah plastik cukup banyak ditemui di sepanjang aliran sungai Batanghari.
Kondisi ini tak hanya mengancam habitat buaya, namun juga satwa lain.
Untuk itu, kata Hefa Edison, perlu kesadaran masyarakat untuk menjaga Sungai Batanghari, termasuk dari limbah plastik. (Dedy Nurdin / Tribunjambi.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Perut Buaya Sinyulong 6 Meter di Jambi Dibedah, Temuan di Dalamnya Bikin Warga Kaget