TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak kunjung dieksekusinya putusan kasasi terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego mengundang pertanyaan sejumlah kalangan.
Pasalnya, selain telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus tersebut sudah berumur hampir satu tahun.
”Secara ketentuan, kalau tidak puas dengan putusan MA, terdakwa atau kuasa hukumnya boleh melakukan upaya hukum lanjutan, semisal dengan mengajukan PK (Peninjauan Kembali). Namun, eksekusi terhadap putusan kasasi MA tidak boleh ditunda,” kata pemerhati hukum dan HAM Leo M. Djafar, Minggu (1/9/2019).
Leo dimintai tanggapan berkaitan dengan berlarut-larutnya proses eksekusi terhadap Budi Pego.
Keputusan kasasi MA terhadap dirinya sudah terbit pada 16 Oktober 2018.
”Patut dipertanyakan, apa kendalanya, sehingga Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi tidak juga melakukan eksekusi,” ujarnya.
Budi Pego, seperti diketahui, adalah penolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.
Budi harus berurusan dengan hukum akibat, menurut dakwaan, menyebarkan ajaran komunisme saat memimpin aksi demonstrasi pada 4 April 2017.
Dalam dokumen putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, jaksa menjelaskan, sebelum memimpin aksi turun ke jalan, warga yang akan melakukan demonstrasi berkumpul di rumah Budi dan membuat spanduk.
Salah satu spanduk disebut bergambar palu arit, yang merupakan lambang Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam putusan kasasinya, MA memvonis Budi empat tahun penjara atas tuduhan menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme atau Leninisme.
Putusan MA tersebut memperberat putusan PN Banyuwangi dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara terhadap Budi.
Dalam putusannya, MA tidak mengabaikan masa hukuman yang telah dijalani Budi selama 10 bulan.
Majelis hakim PN, PT maupun MA menganggap semua unsur Pasal 107a UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara telah terpenuhi.