Karenanya, terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal tersebut.
Leo M. Djafar membenarkan, sejak terbitnya putusan MA, setidaknya sudah dua kali Kejari Banyuwangi melayangkan panggilan eksekusi terhadap Budi Pego pada Desember 2018. Panggilan pertama, Budi minta eksekusi ditunda.
Panggilan kedua, Budi terang-terangan menolak dieksekusi. Saat itu, ia berdalih belum menerima salinan putusan MA.
Selain itu, bersama kuasa hukumnya, Budi juga berencana mengajukan PK.
Padahal, menurut Leo, tidak lama setelah putusan kasasi terbit, Wakil Ketua MA Bidang Non-Judisial Sunarto telah menegaskan, eksekusi terhadap terdakwa (Budi Pego) bisa langsung dilakukan meskipun salinan putusan belum keluar.
”Artinya, jaksa dapat melakukan eksekusi dengan berbekal petikan putusan yang telah dikirimkan MA,” lanjutnya.
Leo mengkhawatirkan, berlarut-larutnya eksekusi terhadap Budi Pego dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.
”Sudah berulang kali berlangsung demo di Kejari Banyuwangi. Ada sekelompok massa yang mendukung Budi menolak eksekusi. Namun, ada pula kelompok lain yang mendukung kejaksaan untuk segera menjemput paksa Budi. Kejaksaan seharusnya tidak perlu ragu melaksanakan putusan pengadilan tertinggi yang sudah inkracht,” tegas Leo.