TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA- Hamzad sejenak menghela nafas usai menjejakkan kaki di halaman monumen tempat lahir Jenderal Soedirman.
Ia cukup dalam menatap relief tentang perjalanan hidup Jenderal Soedirman semenjak lahir ke dunia.
Bisa menginjakkan kaki di tanah kelahiran Soedirman jadi kebanggaan tersendiri bagi pria asal Raja Galuh Majalengka Jawa Barat itu.
Hamzad yang juga pehobi Vespa ini ternyata sudah lama merindukan momentum tersebut.
Menariknya, ia mencapai tempat itu dengan mengayuh sepeda tua.
Tujuh hari harus ia tempuh untuk sampai ke Bantarbarang Rembang dari Kabupaten Malang Jawa Timur.
Perjalanan itu tentu berat.
Ia harus kuat memutar pedal hingga beratus kilometer sampai di tujuan. Bermacam aral menghadang di jalan.
Karut marut lalu lintas kota hingga tanjakan ekstrem pegunungan harus ia hadapi.
Tekad Hamzad untuk menziarahi tempat lahir Soedirman tak bisa diganggu gugat.
"Memang sejak lama ingin berkunjung ke tempat lahir Soedirman,"katanya
Hamzad mengaku sengaja mengunjungi tempat lahir Soedirman dengan bersepeda. Ia penasaran dengan rumah lahir Soedirman yang selama ini hanya ia dengar dari cerita teman dan media.
Tetapi ia ingin sampai ke tempat itu dengan kesan beda. Ia menanggalkan kendaraan bermesinnya dan memilih mengayuh sepeda.
Bukan sepeda gunung yang bisa dioper giginya hingga lebih ringan dikendarai.
Melainkan sepeda tua yang berat ditumpangi untuk perjalanan jauh. Dengan sepeda itu, ia harus menaklukkan berbagai medan, dengan cuaca tak karuan untuk sampai tempat tujuan.
Bagi dia, perjuangannya sampai Bantarbarang tidak ada artinya dibanding pengorbanan Jenderal Soedirman dan para pahlawan dalam merebut kemedekaan.
Generasi seterusnya hanya bisa menikmati hasil perjuangan mereka. Mengunjungi tempat lahir Soedirman hanya ikhtiar untuk mengenang jasa pahlawan. Karena jasa mereka tak mungkin terbalas.
"Saya juga penggemar Vespa Army,"katanya
Di lain sisi, bersepeda adalah hobi bagi Hamzad.
Meski terkesan berat, ia justru menganggap asyik perjalanan itu. Tempat tidur tak pernah dia pikirkan.
Yang penting ada tempat untuk rebahan, baik di emperan toko, masjid, maupun SPBU.
Selain hemat ongkos karena tak mengenal BBM, bersepeda membuat dia lebih bugar.
Banyak kalori yang terbakar.
Dari situ letihnya terbayar.
Bersepeda juga membuatnya pola hidupnya lebih teratur.
Dahulu, ia seakan tak mengenal waktu istirahat.
Ia kerap terjaga sampai tengah malam ditemani rokok dan kopi.
Gaya hidup semacam itu tentu berakibat buruk untuk kesehatan.
Tetapi semenjak rajin bersepeda, pola hidupnya berubah.
Saat di perjalanan, ia terpacu untuk istirahat lebih awal.
Maksimal pukul 20.00 Wib, ia menyudahi perjalanannya untuk istirahat.
Pasalnya, ia harus menyimpan energi untuk melanjutkan perjalanan sepagi mungkin. Kebiasaan itu tertanam hingga berdampak positif bagi kesehatan tubuhnya.
Selain ke Purbalingga, ia beberapa kali bepergian ke luar daerah hingga Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan mengayuh sepeda tua.
"Pengalaman bisa nambah teman dari berbagai daerah dan latar belakang. Bisa lihat langsung wujud kebinekaan di negeri ini," katanya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Hamzad Ngonthel dari Malang ke Purbalingga Demi Kunjungi Tempat Lahir Jenderal Soedirman, https://jateng.tribunnews.com/2019/09/11/kisah-hamzad-ngonthel-dari-malang-ke-purbalingga-demi-kunjungi-tempat-lahir-jenderal-soedirman?page=all.