TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Dusun Badongan, Desa Karangsari, Kecamatan Semin merupakan wilayah yang terletak di utara Kabupaten Gununugkidul.
Dulunya desa tersebut dikenal sebagai pusat penari Tayub di Gunungkidul.
Namun kini, julukan sebagai pusat penari Tayub tersebut mulai luntur, bahkan terancam hilang.Jika dulunya Desa ini memiliki puluhan penari tayub, kini hanya tersisa tiga orang saja.
Tiga orang penari tayub inipun sudah memasuki usia senja.
Sementara generasi muda tak ada yang menekuni profesi sebagai penari tayub.
Salah satu penari tayub yang hingga kini masih konsisten menekuni profesinya adalah Mbah Gunem.
Baca: Teka-teki Kebenaran Cerita KKN di Desa Penari, Sanusi Bongkar Ada Banyu yang Disakralkan
Hingga saat ini dia masih aktif menari Tayub ke berbagai daerah. Dari sekitaran Gunungkidul hingga luar Gunungkidul seperti ke Purworejo dan Wonosobo.
Mbah Gunem lahir dari keluarga kurang mampu.
Profesi sebagai penari tayub ditekuni oleh Mbah Gunem berawal saat dia duduk di kelas 4 sekolah dasar.
Saat itu dia ingin mencari pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat itulah dirinya mulai bergabung dengan kelompok tayub yang ada di wilayahnya.
Saat masih muda, kesenian tayub cukup populer di Gunungkidil dan sekitarnya.
Mbah Gunem bersama kelompok kesenian tayubnya pun sering diundang dalam kegiatan bersih dusun di sejumlah wilayah di Gunungkidul.
Baca: Jadikan Konten YouTube, Raditya Dika Pastikan Tidak Terlibat Dalam Buku atau Film ‘KKN Sang Penari’
"Kalau soal sejarah apa itu Tayub dan kapan mulai masuk ke Gunungkidul saya tidak mengetahui secara persis. Ada yang lebih paham mengenai sejarah tari Tayub namun sudah meninggal dan belum diturunkan kepada generasi penerus," ucap Gunem saat ditemui di rumahnya, Kamis (19/9/2019).