Miris, inilah pengakuan bocah 9 tahun di Lhokseumawe yang dipaksa ngemis orang tuanya: jika pulang kak bawa uang akan dipukuli.
TRIBUNNEWS.COM- Seorang bocah 9 tahun disiksa oleh kedua orang tuanya hingga sakit.
Pasangan suami istri (pasutri) berinisial MI (39) dan UG (38) tega menyiksa MS (9) lantaran menolak saat disuruh mengemis.
Akibat perbuatannya, warga Desa Tumpok Tengoh, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe itu diamankan Polres Lhokseumawe, Rabu (18/9/2019).
Baca: Kriss Hatta Diserahkan ke Kejaksaan, Tak Lama Lagi Jalani Sidang Kasus Penganiayaan
Dilansir Kompas.com, Kepala Humas Polres Lhokseumawe, Salman Alfarasi mendapatkan laporan dari warga setempat.
Menurut penuturan warga, MI dan UG kerap memaksa MS untuk menjadi pengemis.
Biasanya MS mengemis di jalan protokol dan warung kopi Kota Lhokseumawe.
Mirisnya, jika MS pulang dengan tangan kosong ia akan disiksa dan diikat dengan rantai besi oleh kedua orang tuanya.
"Menurut keterangan warga, korban menentang kedua orangtuanya."
"Korban melakukan perlawanan karena tidak mau membawa pulang hasil mengemis," kata Salman.
Dikutip dari laman Tribatanews Lhokseumawe, setelah diamankan MI dan UG masih akan diperiksa.
"Saat ini kami periksa intensif di Mapolres. Nanti perkembangannya kami perbaharui lagi," kata Salman.
Berdasarkan pengakuan MS, MI merupakan ayah tirinya.
MI kerap memukuli MS jika tidak membawa uang hasil mengemis.
"Ayah itu ayah tiri saya. Dia memukul, kadang bagian kepala. Kalau saya tidak bawa uang hasil mengemis," pungkas MS.
Salman menambahkan, untuk sementara MS akan diamankan dan tinggal dengan keluarga terdekat lainnya.
“Saat ini, kedua pelaku sudah dibawa dan diserahkan ke Polres Lhokseumawe bagian unit PPA guna pemeriksaan lebih lanjut” pungkas Salman.
Baca: Kriss Hatta Diserahkan ke Kejaksaan, Tak Lama Lagi Jalani Sidang Kasus Penganiayaan
Baca: Uang Rp 40 Juta Milik Warga Pati Tertinggal di Toilet RM Enny
Kasus Serupa: Bocah 10 Tahun Disiksa Orang Tuanya hingga Takut Pulang ke Rumah
Kisah pilu menimpa bocah laki-laki berinisial MSP (10), warga Desa Karang Dapo, Kecamatan Semidang Alas Maras, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.
Ia dipukuli di wajah dan dada dengan ikat pinggang dan sepatu oleh ibu kandungnya, MR (25).
Kekerasan juga dialami MSP dari ayah tirinya, BN (50) yang ikut menghajar kepala korban hingga babak belur.
Korban ketakutan dan tidak berani pulang ke rumah.
Aksi kekerasan anak oleh orangtua itu terungkap saat seorang warga mengunggah video pengakuan bocah MSP di jejaring sosial.
Spontan, video itu viral.
Polres Seluma bergerak cepat dan menetapkan kedua orangtua MSP sebagai tersangka.
Kapolres Seluma AKBP Jeki Rahmat Mustika melalui Kasat Reskrim AKP Margopo menjelaskan, hasil pemeriksaan bahwa benar MSP sering dipukul dengan alasan bandel.
"Dia sering dipukuli dengan alasan nakal dan itu berulang-ulang dilakukan oleh kedua orangtuanya," kata Margopo.
Saat ini, MSP ditangani secara terpadu oleh pemerintah dengan melibatkan Sakti Peksos Kemensos RI, Pemda Seluma, Dinkes, DP3AKB, dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A).
Baca: Mantan Suami Meisya Siregar Meninggal Sehari Seusai Bebi Romeo Menjenguk, Sempat Kirim Pesan Haru
"MSP tinggal di rumah seorang pegawai Dinkes Seluma, di Sawah Lebar, Kota Bengkulu," ujar Yayan Sudianto, Sakti Peksos Kemensos RI yang intens mendampingi korban.
Menurut Yayan, semua pihak sudah berperan sesuai dengan tugas masing-masing dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak ini.
Dinkes sudah memeriksa kesehatan MSP dan diketahui korban menderita talesemia.
"Dinkes fokus pada kesehatan, Sakti Peksos Kemensos dan Dinsos ke rehabilitasi sosial.
Pemda fokus pada rumah perlindungan anak dan solusinya," tambah Yayan.
Yayan mengatakan, korban masih mengalami trauma.
Korban agak takut bertemu dengan orang yang baru dikenal, terlebih pada ibu-ibu.
"Ia paling takut melihat emak-emak (ibu-ibu) yang baru dikenal," ujar Yayan.
Namun, secara umum, menurutnya, kondisi kejiwaan korban di tempat yang baru mulai stabil.
Korban mudah beradaptasi dan memilik sifat periang serta agresif.
"Untuk rehab psikis sepertinya tidak membutuhkan waktu lama asal lingkungan baru mendukung, dan jangan ungkit lagi kisah pilunya.
Yang agak lama mungkin pemulihan kesehatannya," tambah Yayan.
Dalam jangka panjang bila memungkinkan dan sudah pulih, korban akan dititipkan di panti asuhan anak.
Ia berharap korban cepat sembuh dan dapat bersekolah kembali. "Cepat sembuh dan sekolah lagi.
Pada pemerintah diminta agar sosialisasi pencegahan kekerasan, diskriminasi terhadap anak dapat dilakukan secara intens," harap Yayan.
Baca: Pelaku Penganiayaan Terhadap Audrey Divonis Bersalah, Ibu Korban: Kasusnya Bukan Hoaks atau Prank
Baca: Sempat Damai Usai Terseret Kasus Penganiayaan, Apa Kabar Kriss Hatta? Masih Ditahan? Ini Kata Polisi
(Tribunnews.com/Bunga) (Kompas.com/ Kontributor Lhokseumawe, Masriadi/Kontributor Bengkulu, Firmansyah)