TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Warga Desa Pulau Mentaro, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, dikagetkan dengan fenomena langit merah pada Sabtu (21/9/2019) siang kemarin.
Warga setempat, Mardiana mengatakan perubahan warna langit merah tersebut terjadi sekitar pukul 10.42 WIB hingga 14.00 WIB pada Sabtu (21/9/2019).
"Saya dapat kiriman video dari sepupu saya, Ummu Ria, jam 10.42 WIB udah mulai merah langitnya, kak. Azan dzuhur udah mulai gelap," katanya saat dihubungi, Kompas.com, Sabtu (21/9/2019) malam.
Kondisi kabut asap di wilayah Kota Jambi dan sekitarnya semakin pekat, Jumat (21/9/2019) pukul 13.00 WIB.
Sejak malam kemarin hingga siang ini, kabut asap menyelimuti langit Jambi.
Foto-foto warga Kabupaten Muarojambi memberikan gambaran kondisi Kota Jambi dan sekitarnya sekarang ini.
Langit Jambi pun terpantau warga ada yang berubah oranye.
Kondisi itu terpantau pukul 11.00-13.30 WIB.
"Mencekam kondisinya sekarang. Langitnya oranye," kata Amna, warga Kecamatan Kumpeh, Muarojambi.
Baca: Kembali Dipanggil Presiden Joko Widodo, Adian Napitupulu Justru Minta Ampun Soal Jabatan Menteri
Baca: Gempa Bumi Berkekuatan Magnitudo 6,4, Minggu (22/9/2019) Guncang Maluku, Ini Penjelasan BMKG
Baca: Mirip Abah Grandong, Kakak Beradik di Lampung Utara Mencacah Kucing dan Memakannya, Ini Alasannya
Amna mengabadikan kondisi itu menggunakan kamera ponsel.
Dia mengatakan kondisi di wilayah tinggalnya semakin parah.
Dia khawatir kondisi akan semakin memburuk
Berikut ini foto-foto dan video terkini kabut asap dan karhutla yang dihimpun Tribunjambi.com dari netizen dan kiriman WhatsApp.
Penjelasan BNPB
Lantas, apa sebenarnya yang menjadi penyebab perubahan warna langit ini?
Plt Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo Soetarno mengungkapkan bahwa warna merah terjadi karena pergerakan kabut asap dari titik api atau hotspot.
"Warna merah tersebut merupakan kabut asap yang bergerak dari hotspot yang ada di provinsi bagian selatan Provinsi Riau," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/9/2019) malam.
Menurutnya, titik api ini sudah ada sejak pertengahan Agustus 2019.
Hamburan Rayleigh
Di sisi lain, astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo menjelaskan bahwa fenomena langit berwarna merah bukanlah disebabkan tingginya suhu atau pengaruh api.
"Ini nampaknya fenomena Hamburan Rayleigh. Hamburan Rayleigh itu hamburan elastis pada cahaya oleh partikel-partikel mikro/nano di udara yang ukurannya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya tampak," ujar Marufin saat dikonfirmasi terpisah Kompas.com, Sabtu (21/9/2019).
Marufin mengungkapkan bahwa fenomena ini umum dijumpai. Pasalnya, fenomena Rayleigh ini menjadi penyebab langit berwarna biru pada siang hari dan memerah kala senja atau fajar.
"Dalam kasus Jambi ini, kepadatan partikel-partikel mikro/nano di udara nampaknya cukup besar sehingga lebih padat ketimbang konsentrasi partikel pada udara normal," ujar Marufin.
"Karena lebih padat maka berkas cahaya Matahari yang melewatinya akan dihamburkan khususnya pada panjang gelombang pendek (spektrum biru dan sekitarnya) hingga medium (spektrum hijau dan sekitarnya)," kata dia.
Kesehatan mata
Sehingga, hanya menyisakan panjang gelombang panjang (spektrum merah dan sekitarnya) yang dapat menerus sampai ke permukaan bumi.
Hal itulah yang membuat langit tampak berwarna kemerahan yang terlihat seperti di Muaro Jambi.
Selain itu, Marufin menyampaikan bahwa mekanisme serupa dengan langit memerah yang cukup lama (dan tidak umum) dengan lama waktu berjam-jam sebelum terbenam matahari.
Misalnya, pasca terjadi letusan dahsyat gunung berapi seperti teramati pada kejadian pasca-letusan Krakatau pada tahun 1883 maupun Pinatubo pada tahun 1991.
Adapun, Marufin menyampaikan, adanya kejadian langit merah ini juga tidak berdampak gangguan kesehatan mata.
"Menurut saya enggak sampai pada gangguan mata. Karena ini hanya hamburan cahaya biasa. Sakit mata berpeluang terjadi lebih karena partikel-partikel mikro/nano itu. Bukan karena cahayanya," ujar Marufin.
Lamanya durasi hamburan cahaya
Sementara, Marufin menjelaskan bahwa lamanya durasi hamburan cahaya ini bergantung pada kepadatan partikel-partikel tersebut.
Semakin besar kepadatannya dengan ditunjukkan oleh makin tingginya nilai PM10 atau PM2.5 pada Air Quality Index (AQI).
Jika semakin tinggi kepadatan, maka semakin intensif hamburan Rayleigh yang melewatkan cahaya merah dari matahari terjadi.
Tak hanya itu, hamburan Rayleigh juga tergantung juga pada seberapa luas kepadatan besar dari partikel-partikel tersebut.
"Umumnya kalau makin dekat dengan sumbernya ya makin padat atau pekat. Hanya masih ada pengaruh angin yang juga menentukan," ujar Marufin.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Mencekam, Langit Jambi Berubah Oranye, Kabut Asap dan Kabut Asap di Muarojambi Makin Parah,
dan di Kompas.com dengan judul "Langit Merah di Jambi Dikenal dengan Hamburan Rayleigh, Ini Penjelasannya"