TRIBUNNEWS.COM, MEULABOH - Aksi solidaritas mahasiswa Aceh Barat yang menolak Rancangan Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPRK Aceh Barat, Kamis (26/9/2019), diwarnai kericuhan.
Dalam kerusuhan tersebut, dua anggota dewan menjadi korban.
Satu mengalami luka di kepala dan satu orang lagi mengalami benjol akibat terkena lemparan batu.
Selain itu, puluhan mahasiswa juga mengalami pingsan dan sesak nafas akibat tembakan gas air mata, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Ribuan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi itu awalnya berkumpul di pekarangan Masjid Agung Baitul Makmur.
Mereka kemudian bergerak ke Gedung DPRK yang berjarak sekitar 2 kilometer dengan berjalan kaki sambil meneriakkan yel-yel penolakan terhadap rencana pengesahan RUU KPK dan RKUHP.
Sementara di gedung DPRK, ratusan personel kepolisian telah siaga.
Begitu tiba di pekarangan gedung DPRK, para mahasiswa selanjutnya menggelar orasi dan aksi teatrikal.
Situasi menjadi tak terkendali saat para mahasiswa berupaya masuk ke gedung dewan namun tidak diizinkan oleh aparat keamanan.
Aksi saling dorong pun terjadi.
Untuk melerai massa, polisi kemudian melepaskan gas air mata dan menyemprotkan air menggunakan mobil water canon.
Mahasiswa akhirnya bisa dipukul mundur. Namun hal itu justru membuat mahasiswa melakukan serangan balik dengan melempari batu ke arah gedung dewan.
Baca: Ini Sejumlah Cuitan di Twitter yang Buat Sutradara Sexy Killers Dandhy Laksono Ditangkap Polisi
Salah seorang anggota dewan, Said Rizky Saifan, ikut terkena lemparan yang membuat kepalanya terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Anggota dewan lainnya, Zulfikar juga mengalami benjol di kepala.
Selain itu, puluhan mahasiswa juga ikut dilarikan ke rumah sakit karena pingsan dan sesak nafas akibat tembakan gas air mata.
Para mahasiswa dilarikan dengan menggunakan mobil PMI yang telah siaga di lokasi demo sejak pagi.
"Mereka dilarikan ke IGD RSU Cut Nyak Dhien," kata seorang anggota PMI.
Akibat kerusuhan itu, kaca mobil polisi juga ikut pecah, termasuk pintu toko warga setempat yang berada di sekitar lokasi.
Baca: Banyak Korban Luka Saat Unjuk Rasa, PSHI Minta Kapolri Tegas ke Bawahannya
Para pedagang memilih menutup toko-tokonya, termasuk juga SPBU Kuta Padang yang lokasinya tak jauh dari lokasi.
Kericuhan berlangsung hingga siang.
Para anggota dewan akhirnya keluar dengan ditemani Danrem 012/TU Kolonel Inf Aswardi, Dandim Letkol Nurul Diyanto, dan Kapolres Aceh Barat AKBP Raden Bobby Aria Prakasa.
Para mahasiswa kemudian mengumpulkan semua anggota DPRK, termasuk di dalamnya Said Rizky Saifan yang terluka di kepala.
Mereka meminta semua anggota DPRK meneken semua yang menjadi tuntutan mahasiwa.
Ketua sementara DPRK, Samsi Barmi, menyampaikan bahwa DPRK sepakat dengan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa.
Baca: Tidak Gengsi, Cut Meyriska Akui Dirinya Pernah Cemburu Lihat Roger Danuarta Dekat dengan 2 Artis
"Namun sejumlah anggota dewan sedang berhalangan dan dinas, sehingga tidak semua hadir," katanya.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa turut memasangkan almamater kampus mereka kepada wakil rakyat.
Aksi di Bundaran Simpang Lima
Aksi solidaritas penolakan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) juga berlangsung di Banda Aceh.
Mahasiswa dalam jumlah besar yang tergabung dari beberapa kampus di Aceh melakukan aksi damai di Bundaran Simpang Lima Banda Aceh dan depan gedung DPRA, Kamis (26/9/2019).
Amatan Serambi, pada aksi yang bertajuk 'Kutaradja Memanggil' para mahasiswa terlebih dahulu melakukan orasi di Bundaran Simpang Lima.
Baca: Pelanggan Jadi Tersangka, Dia Tak Melihat Raut Keterpaksaan Saat Bersama V di Video Vina Garut
Secara bergantian, perwakilan kampus menyampaikan orasi berupa penolakan pengesahan RUU yang dinilai kontroversial dan saat ini sedang dibahas di DPR RI.
RUU tersebut seperti RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan RUU Pemasyarakatan.
Dalam aksi itu, mahasiswa juga menyuarakan hentikan kriminalisasi aktivis (HAM), rasisme terhadap Papua, masalah pertanahan, karhutla, dan stop militerisme.
Aksi yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian itu manarik perhatian pengguna jalan.
Dalam aksi itu, mahasiswa turut membawa sejumlah spanduk dan karton bernada sindiran dan kritikan. Akibat aksi tersebut, Jalan Daud Beureueh terpaksa ditutup seharian.
Arus lalu lintas dialihkan melalui jalur lain.
Baca: MPR Usul Pemerintah Lestarikan Situs Sumberbeji Jombang Jadi Cagar Budaya
Setelah menggelar aksi di Bundaran Simpang Lima, gelombang massa bergerak ke Gedung DPRA yang berjarak sekitar 500 meter.
Saat massa datang, ternyata anggota dewan sedang melaksanakan sidang dengan agenda penyampaian sebelas Rancangan Qanun Aceh, delapan raqan prakarsa eksekutif dan tiga usul inisiatif DPRA.
Rencananya, setelah sidang itu selesai dilanjutkan dengan sidang penyampaian pendapat pembahas oleh komisi, badan legislasi, dan panitia khusus, serta mendengarkan penyampaian pendapat Plt Gubernur Aceh pada pukul 14.00 WIB.
Tapi sidang itu disabotase oleh mahasiswa yang berorasi di halaman gedung.
Kedatangan mahasiswa disambut oleh beberapa anggota dewan yaitu, Abdurrahman Ahmad, Nurzahri, Ermiadi Abdul Rahman, Dahlan Jamaluddin, Asrizal H Asnawi, HT Ibrahim, Martini, dan Irwan Djohan.
Kepada anggota dewan, massa menyodorkan selembar pernyataan sikap untuk ditandatangani.
Mahasiswa meminta dewan menolak revisi UU KPK, KHUP, dan Pemasyarakatan yang mengatur cuti untuk narapidana.
Baca: Ananda Badudu Diperiksa Polisi karena Diduga Transfer Uang Rp 10 Juta ke Mahasiswa
Mahasiswa juga mendesak DPRA untuk meminta pemerintah pusat mengadili pelaku pembakaran lahan dan hutan serta meminta DPRA mendatangkan anggota DPR RI asal Aceh dalam waktu 1x24 jam.
"Jika tidak dipenuhi poin terakhir, kami akan datang dengan massa lebih banyak pada saat pelantikan DPRA periode 2019-2024," bunyi pernyataan sikap mahasiwa yang ditulis dengan pulpen dan ditandatangani oleh anggota dewan di atas materi 6000.
Setelah itu, massa pun bergerak ke dalam ruang rapat paripurna untuk menunggu anggota DPR RI asal Aceh.
Wakil Ketua DPRA, Irwan Djohan yang menerima rombongan mahasiswa mengatakan pihaknya tidak kuasa memerintahkan anggota DPR RI asal Aceh untuk pulang menjumpai massa.
Menurut Irwan, hal itu hanya bisa dilakukan oleh ketua partai dari anggota DPR RI yang bersangkutan.
Baca: Siswa SMA Tewas Saat Ikut Demo Tolak RUU KUHP, Sang Ibu Teringat Pesan Terakhir Sebelum Berangkat
Irwan hanya bisa berharap anggota DPR RI asal Aceh yang berjumlah 13 orang tersebut untuk bisa menyahuti aspirasi mahasiswa.
"Pulanglah, abang-abang, bapak-bapak yang kami hormati untuk bisa menyahuti aspirasi mahasiswa Aceh. Kalau tidak adek-adek mahasiswa akan bertahan di gedung DPRA sampai ada anggota DPR RI yang mau pulang," katanya.
Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, juga mengaku ikut menyambut kedatangan mahasiswa.
Ia bahkan ikut menandatangani surat usulan penolakan sejumlah pembatalan UU yang diminta, untuk disampaikan kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat.
Terkait dengan sidang paripurna pengesahan 11 raqan perioritas, pihaknya memutuskan untuk dilakukan penundaan.
Meski demikian, ke 11 qanun tersebut bisa disahkan sebelum batas akhir masa tugas anggota DPRA periode 2014-2019 berakhir pada 30 Septemberber 2019. “Ada waktu empat hari lagi, yaitu Sabtu dan Minggu," kata Sulaiman Abda.(riz/mas/her)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kepala Anggota Dewan Bocor Kena Batu, Puluhan Mahasiswa Pingsan