TRIBUNNEWS.COM, Semarang - Stunting masih menjadi tantangan di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Semarang. B
erdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, angka prevalensi balita stunting di Kota Semarang berada pada angka 2,73% atau 2.708 anak di tahun 2018.
Jumlah tersebut dapat dikatakan lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi balita stunting di Provinsi Jawa Tengah yaitu 34,3% dan prevalensi stunting nasional 30,8% atau 7,3 juta anak pada tahun 2018. Namun, kondisi ini harus tetap menjadi perhatian bersama dan tidak dapat disepelekan.
Hal itu disampaikan oleh wali kota Semarang Hendrar Prihadi saat membuka talkshow Sinau Bareng Gizi dan Stunting kota Semarang di Balaikota Semarang belum lama ini.
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 HPK (hari pertama kelahiran). Dengan demikian pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu mendapat perhatian guna mencegah terjadinya stunting.
Hendi sapaan akrab wali kota menyampaikan bahwa tugas dan tanggung jawab kita kepada generasi emas untuk mendidik dan memberikan asupan gizi yang baik terutama di 1000 hari pertama di kehidupannya, terutama ASI eksklusif sebagai upaya mencegah stunting.
"Ada dua faktor yang menyebabkan stunting. Pertama adalah faktor spesifik karena kekurangan gizi dan asupan makanan yang diberikan tak mendukung pertumbuhan tubuhnya. Misalnya saat kondisi hamil, ibu tidak makan makanan berprotein atau sayur-sayuran atau saat bayi, tidak diberikan ASI secara ekslusif. Kedua adalah faktor sensitif. Seperti kesehatan lingkungan dan penggunaan jamban yang baik", jelas Hendi.
Lanjut Hendi, bagi anak yang sudah terlanjur stunting, dapat diberikan pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, stimulasi pengasuhan dan pendidikan berkelanjutan. Kuncinya di seribu hari pertama, asupan gizi harus dicukupi.
Upaya pemerintah kota Semarang, untuk memperbaiki stunting salah satunya dengan adanya rumah pelangi di wilayah Banyumanik.
Selain stunting, Hendi juga menyinggung soal penerangan dan sanitasi di rumah termasuk septic tank, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menimbulkan masalah.
Menurutnya perawatan sanitasi yang baik adalah dengan cara septic tank dikuras setiap 5 tahun sekali, karena jika tidak dikhawatirkan akan terserap ke sumber air bersih di sekitar rumah.
Hendi pun berharap agar jajarannya dapat terus melakukan sosialisasi dan bantuan kepada warga masyarakat agar di setiap rumah dapat mempunyai sanitasi yang baik.(*)