Pihaknya masih menggali sampai sejauh mana keterpaparan radikalisme pelaku yang merupakan pendatang baru.
Karena sebelumnya tidak ada catatan-catatan dari DPO terkait dengan pelaku.
Terkait dengan sasaran bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Wawan Purwanto menuturkan jika rata-rata orang yang terpapar radikalisme menganggap aparat keamanan sebagai thogut.
Karena aparat keamanan adalah satuan khusus yang bertugas untuk membendung laju terorisme dan gerakan pelakunya.
Sehingga penghalang tersebut yang disebut sebagai halal untuk disingkirkan.
"Rata-rata pandangannya seperti itu, bahwa yang berbeda disebut thogut apalagi aparat keamanan."
"Karena aparat keamanan yang bertugas untuk membendung lajunya dia, gerakan dia, sehingga penghalang ini yang lantas disebut sebagai halal gitu ya," terang Wawan.
Pelaku diketahui merupakan orang yang dikenal baik oleh tetangga, dan aktif dalam beribadah dan kegiatan keagamaan.
Mengenai hal tersebut, Wawan Purwanto menegaskan jika perubahan sikap orang yang terpapar radikalisme bisa berubah drastis setelah ia terpapar.
Maka menurut Wawan kedekatan dengan orang dekat seperti keluarga dan tetangga sangat menentukan untuk diaknosa awal dari perubahan perilaku tersebut.
"Pasti secara psikologis ada sesuatu yang berbeda dari biasanya, entah itu dari pergaulan, entah itu dari upaya-upaya dia menutup diri."
"Entah itu kebiasaan hari-hari yang biasanya ceria, terbuka tiba-tiba menghindar dari massa, kemudian dia lebih cenderung ketemu orang yang tidak jelas, atau dia pergi entah kemana pulang tengah malam, hal-hal seperti ini yang keluarga harus paham," terang Wawan Purwanto.
Oleh karena itu menurut Wawan, perlu antisipasi bersama dengan masyarakat.
Pihak BIN juga melakukan patroli cyber, memberi masukan-masukan kepada masyarakat dan meng-counter hal-hal yang tidak semestinya dalam masyarakat.
(Tribunnews/Nanda Lusiana Saputri)