TRIBUNNEWS.COM - Korban ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Bripka Juli Chandra mengatakan pelaku meledakan diri sesaat setelah dihentikan oleh 3 rekannya.
Bripka Juli Chandra mengalami luka dibagian pendengaran.
Ia bersama 5 korban lainnya langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk menjalani pengobatan.
Saat ditemui jurnalis KompasTv di Rumah Sakit Bhayangkara, Bripka Juli Chandra mengaku melihat pelaku datang dan dihentikan oleh rekannya.
Bripka Juli Chandra melihat pelaku membawa tas ransel, berambut gondrong, dan memakai jaket ojek daring.
"Pakai tas ransel dia datangnya, saya melihatnya spontan karena itu jarak sekira 4 meter, sebelum meledak itu saya melihat," jelas Bripka Juli Chandra, dikutip Tribunnews.com dari tayangan KompasTv, Kamis (14/11/2019).
Menurutnya, pelaku sempat dihentikan 3 temannya dan ditanya hendak kemana.
"Dihentikan 3 kawan langsung ditanya mau kemana, langsung meledak aja gitu kan, setelah itu sudah panik semua kan," ujar Bripka Juli Chandra.
Bripka Juli Chandra mengatakan sesaat setelah pelaku dihentikan temannya, bom kemudian meledak.
Bripka Juli Chandra mengaku mengalami luka dibagian telinga.
"Kalau saya telinga aja ini, pendengaran saya kan," terangnya.
Bripka Juli Chandra menjelaskan jika sebelumnya tidak pernah ada warga yang bebas berlalu-lalang di Polrestabes Medan.
Namun, karena permintaan pembuatan SKCK meningkat sehingga ramai warga datang.
"Gak pernah ada warga lalu-lalang, karena ada baru-baru ini ada SCKC itu jadi agak ramai," tutur Bripka Juli Chandra.
Bripka Juli Chandra menambahkan, jika biasanya ojek daring tidak boleh masuk ke Polrestabes Medan.
"Dan biasanya kalau ojek itu enggak boleh masuk biasanya gitu kan," terang Bripka Juli Chandra.
Seperti yang diketahui, ledakan bom bunuh diri terjadi di halaman Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019).
Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 08.45 WIB.
Ledakan terjadi saat anggota polisi selesai melakukan apel pagi.
Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan, Jubir BIN: Pelaku Orang Baru di Dunia Teror
Juru Bicara (Jubir) Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto angkat bicara terkait dengan bom bunuh diri yang terjadi di Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019).
Wawan Purwanto menyampaikan hal tersebut saat menghadiri wawancara di acara Metro Hari Ini, Rabu (13/11/2019).
Menurut Wawan, pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan adalah pendatang baru dalam dunia teror.
Diketahui pelaku berinisial RMN, berusia 24 tahun.
"Data memang belum ada ya, newcomer, dia pendatang baru ya di dunia ini, di dunia teror ya," jelas Wawan Purwanto dalam tayangan yang diunggah YouTube metrotvnews, Rabu.
Wawan menjelaskan jika dilihat dari polanya, pelaku bom bunuh diri Polrestabes Medan menggunakan pola Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Kemudian kalau dari polanya, pola yang dimainkan pola JAD ya, pola yang afiliasinya ke ISIS," terang Wawan Purwanto.
Menurut Wawan, kemungkinan pelaku terpapar radikalisme dari media sosial.
Pihaknya masih menggali sampai sejauh mana keterpaparan radikalisme pelaku yang merupakan pendatang baru.
Karena sebelumnya tidak ada catatan-catatan dari DPO terkait dengan pelaku.
Terkait dengan sasaran bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Wawan Purwanto menuturkan jika rata-rata orang yang terpapar radikalisme menganggap aparat keamanan sebagai thogut.
Karena aparat keamanan adalah satuan khusus yang bertugas untuk membendung laju terorisme dan gerakan pelakunya.
Sehingga penghalang tersebut yang disebut sebagai halal untuk disingkirkan.
"Rata-rata pandangannya seperti itu, bahwa yang berbeda disebut thogut apalagi aparat keamanan."
"Karena aparat keamanan yang bertugas untuk membendung lajunya dia, gerakan dia, sehingga penghalang ini yang lantas disebut sebagai halal gitu ya," terang Wawan.
Pelaku diketahui merupakan orang yang dikenal baik oleh tetangga, dan aktif dalam beribadah dan kegiatan keagamaan.
Mengenai hal tersebut, Wawan Purwanto menegaskan jika perubahan sikap orang yang terpapar radikalisme bisa berubah drastis setelah ia terpapar.
Maka menurut Wawan kedekatan dengan orang dekat seperti keluarga dan tetangga sangat menentukan untuk diaknosa awal dari perubahan perilaku tersebut.
"Pasti secara psikologis ada sesuatu yang berbeda dari biasanya, entah itu dari pergaulan, entah itu dari upaya-upaya dia menutup diri."
"Entah itu kebiasaan hari-hari yang biasanya ceria, terbuka tiba-tiba menghindar dari massa, kemudian dia lebih cenderung ketemu orang yang tidak jelas, atau dia pergi entah kemana pulang tengah malam, hal-hal seperti ini yang keluarga harus paham," terang Wawan Purwanto.
Oleh karena itu menurut Wawan, perlu antisipasi bersama dengan masyarakat.
Pihak BIN juga melakukan patroli cyber, memberi masukan-masukan kepada masyarakat dan meng-counter hal-hal yang tidak semestinya dalam masyarakat.
(Tribunnews/Nanda Lusiana Saputri)