TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Puluhan warga Banjar Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Gianyar, Bali, melakukan aksi blokade jalan, Rabu (20/11/2019).
Aksi blokade jalan ini dilakukan untuk mengadang dua unit alat berat milik PT Ubud Resort yang hendak masuk ke lahan pertanian warga.
Pantauan Tribun Bali, warga memblokade jalan dengan berbagai alat mulai ban bekas, gerobak, hingga bambu runcing.
Selain itu, mereka juga membentangkan spanduk aspirasi bertuliskan: “Petani Tolak Alat Sekope”, “Petani Tidak Butuh Alat Berat”, “Jalan Ini untuk Masyarakat, Bukan untuk PT URDD” dan lain-lain.
Sementara, dua unit alat berat berupa excavator terparkir di areal Pura Pucak Sari yang berada di jalan depan akses menuju lahan pertanian.
Dari informasi yang dihimpun warga petani, Perwakilan Petani Made Sudiantara menyatakan kehadiran excavator ini diduga hendak mengeksekusi lahan seluas 144 hektare yang diklaim milik PT Ubud Resort.
Padahal, selama 30 tahun lebih sudah lahan ini dikelola oleh warga dan menjadi sumber utama penghasilan mereka sehari-hari.
Ia mengatakan, keresahan warga sebenarnya sudah sejak lama, terlebih sejak adanya perabasan (penebangan massal) pada lahan yang ditanami pohon pisang milik warga hingga mencapai 30 hektare di sisi selatan.
Hingga kemudian tiba-tiba datanglah dua excavator tersebut Selasa (19/11/2019) malam, sehingga warga berinisiatif menolak alat berat ini masuk lahan pertanian.
"Kedatangan alat berat ini sendiri tanpa ada pemberitahuan sama sekali pada warga. Akan ada apa? Pengerjaan proyek, proyek apa? Kita kan gak tahu," katanya ditemui Tribun Bali di lokasi.
Hingga aksi blokade ini dilakukan, tidak ada kejelasan apa-apa dari pihak investor yang mengklaim lahan sebagai milik mereka.
Baca: Mahasiswi Bekap Bayi yang Baru Dilahirkannya Pakai Celana Dalam Hingga Tewas
Baca: Uang Curian Digunakan Pria Asal Malang untuk Booking PSK
Baca: Tiga Guru Asal Jombang Tewas Terseret Ombak Pantai Payangan Jember
Hingga saat ini, surat kuasa dari pihak PT Ubud Resort pun tidak pernah diketahui warga.
"Yang ada hanya informasi-informasi dari petugas keamanan sepotong-sepotong. Warga terus terang merasa resah, sejak lama," ujarnya.
Ia menambahkan, pertemuan antar warga dengan pihak investor selama ini kerap tidak membuahkan hasil.
Tidak ada sama sekali titik terang kejelasan tentang bagaimana dampak warga yang telah mengelola tanah ini sejak 30 tahun lebih.
"Belum ada kejelasan, belum pernah ada kesepakatan. Bagaimana masalah pembebasan tanah, dasar apa yang mereka punya seperti surat kuasa pun tidak bisa ditunjukkan," terangnya.
Terkait status tanah, ia menjelaskan bahwa kepemilikan lahan ini dulunya milik Puri Kayangan sejak zaman kerajaan dan diberikan kepada warga untuk dimanfaatkam bercocok tanam.
Hal itu berlangsung turun-temurun hingga kini.
Hingga saat ini, ada sekitar 50 persen tanah di sana menjadi milik pribadi dan sisanya milik Puri dan lahan pura.
Hingga kemudian pada sekitar 1994, terhembus kabar bahwa tanah ini sudah dijual ke pihak lain dan akan dibangun lapangan golf.
Baca: Pengembang Perumahan Jadi Tersangka Kasus Rumah Longsor yang Menewaskan Ibu dan 3 Anaknya di Gianyar
Baca: Wayan Sara Pingsan Lihat Putranya yang Dibonceng Tewas Terlindas Truk
Baca: Cerita 6 Anggota Polda Bali yang Terluka Saat Amankan Unjuk Rasa di Jakarta
Ia pun tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini, kendati begitu harus ada kejelasan juga buat nasib para petani nantinya.
Ia berharap agar pemerintah turut aktif menuntaskan permasalahan ini, dan harus berpihak pada petani, bukan malah berpihak pada investor dan menggusur mereka.
"Harapan kami agar pemerintah mendengar aspirasi kami masyarakat kecil petani," harapnya.
Aksi blokade warga ini kemudian dibongkar pada pukul 17.20 Wita oleh anggota kepolisian dipimpin langsung Kasatreskrim Polres Gianyar dan Kapolsek Payangan.
Sejumlah alat blokade seperti ban bekas, bambu, spanduk penolakan dan lain-lain disita pihak kepolisian.
Warga sekitar tidak berbuat banyak ketika polisi membongkar blokade mereka.
Terkait alasan pihak kepolisian membongkar dan menyita perangkat blokade ini, Kapolsek Payangan Iptu Made Murgama saat dikonfirmasi di lokasi enggan berkomentar.
Sementara Made Sudiantara mengaku kecewa dan keberatan atas pembongkaran paksa oleh kepolisian.
"Dengan adanya hal ini, bisa dilihat kepentingan untuk berpihak sama investor. Saya sangat menyayangkan. Polisi bukan pengayom masyarakat," ungkapnya.
Hingga berita ini ditayangkan , belum didapat konfirmasi dari pihak PT Ubud Resort terkait keberadaan alat berat di lokasi tersebut.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Petani Adang Dua Alat Berat, Aksi Blokade Penolakan Eksekusi Lahan