TRIBUNNEWS.COM, WONOGIRI – Pemandangan berupa bongkahan batu-batu kapur terlihat mencolok saat Tribunnews.com memasuki Desa Pucung, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Batu-batu kapur itu tertata sedemikian rupa di sepanjang jalan Desa Pucung.
Desa Pucung terletak di perbukitan kapur di wilayah Wonogiri selatan.
Dari pusat kota Wonogiri berjarak sekira 36 km ke arah barat daya.
Desa ini berbatasan langsung dengan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Akses utama ke Desa Pucung melalui jalur menanjak perbukitan dengan kemiringan sekira 45 derajat. Jalan tersebut berupa beton cor dua sisi alias rabat.
Sekilas, kondisi Desa Pucung tak jauh berbeda dengan desa-desa pada umumnya.
Namun, sebelum tahun 2013, Pucung menjadi desa yang selalu mengalami kekeringan di setiap musim kemarau.
Suyadi (60), warga Dusun Kangkung RT 02 RW 10, Desa Pucung, ingat betul masa-masa saat ia harus bangun pukul 03.00 WIB untuk mengambil air ke sumur bor Bayanan yang berjarak sekira 2 km.
Sumur bor Bayanan ini merupakan satu-satunya sumber air yang dimilliki warga di sekitar Desa Pucung yang dibuat pada tahun 2003.
“Kalau kemarau, jam 2 atau 3 pagi sudah berangkat. Kalau sore jam 6 atau 7 malam. Sudah biasa seperti itu,” kata Suyadi saat ditemui di rumahnya, Minggu (15/12/2019).
Sekali mengambil air, Suyadi dan warga lainnya dijatah 60-80 liter air per orang.
Air yang sudah ditampung dalam jerigen kemudian dibawa Suyadi dengan dipikul.
Begitu juga dengan kebanyakan warga lainnya.