Pihaknya juga sudah memasang garis polisi agar keberadaan pohon menangis itu tak disalahgunakan warga untuk hal-hal mistis.
"Dan saat itu juga kami memasang police line, bukan berarti untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan, namun untuk menghindari hal-hal yang mistis atau magis," terang Alfian.
Polres Jember juga sudah menghubungi ahli biologi untuk mencari penjelasan ilmiah dan logis.
Menurut ahli biologi, ternyata suara tangisan itu berasal dari celah di dalam batang saat pohon tersebut memproses makanan.
"Penyampaian Pak Wahyu, ahli biologi dari Universitas Jember menyampaikan bahwa saat ini pohon ini menghasilkan makanan," jelas Alfian.
"Sehingga di musim hujan ini menimbulkan di lubang batangnya, yaitu getaran dan bunyi, sehingga menyamai suara tangisan," sambungnya.
Selain itu, dahan pohon akasia juga saling tersambung dengan pohon kelapa dan pisang yang ada di sekitarnya.
Sehingga proses mengolah makanan beberapa pohon itu seolah tersambung dan semakin terdengar.
"Sesungguhnya pohon akasia ini dengan pohon kelapa dan pisang ini pelepahnya menyambung dan terjadi gesekan menjadi suara," kata Alfian.
Untuk menghindari hal mistis, pihaknya sudah meminta persetujuan Mawardi untuk memotong beberapa bagian pohon yang memicu timbulnya suara seperti tangisan.
"Akhirnya kita sepakat untuk menghindari magis atau mistis, dan kita menyampaikan saran kepada Pak Mawardi bagaimana kalau misalnya pelepah ini kita potong," kata Alfian.
"Dan alhamdulillah Pak Mawardi pemilik sangat setuju dan berkenan, akhirnya kita lakukan pemotongan," tambah dia.
Benar saja, setelah pemotongan itu dilakukan, tak lagi terdengar suara seperti tangisan.
"Dan alhamdulillah sampai saat ini kita tidak mendengar lagi suara tangisan tersebut," pungkasnya.