TRIBUNNEWS.COM, BALI - Banyaknya babi mati mendadak di beberapa kabupaten di Bali membuat harga daging babi merosot.
Pasalnya, bebebrapa peternak babi cepat-cepat menjual babinya yang sakit dengan harga murah.
Bahkan daging babi sehat, sejauh ini masih layak untuk dikonsumsi.
Sehingga masyarakat diharapkan tidak perlu cemas dalam mengonsumsi daging babi.
Hal itu dikatakan Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hari Suyasa, Jumat (31/1/2020)
“Sebenarnya ini kejadian yang luar biasa. Sehingga sangat berdampak dengan konsumen maupun peternak,” ujarnya.
Pihaknya mengaku sangat menyayangkan hasil laboratorium yang tidak kunjung keluar, dengan alasan yang berhak untuk mengumumkan hasil laboratorium tersebut adalah Kementrian Pertanian.
Padahal beberapa kabupaten seperti Badung sudah memberikan sampel darah babi mati mendadak.
“Sebelumnya kami melakukan pertemuan dengan pemerintah, para ahli, peternak maupun stakeholder yang lain. Nah dalam pertemuan tersebut yang berhak menentukan hasil lab adalah Menteri Pertanian,” katanya.
Pihak pemerintah di Kabupaten Badung maupun provinsi, menurutny,a tidak bisa menentukan hasil lab tersebut.
Sehingga pihaknya mengaku masih menunggu hasil dari uji laboratorium tersebut.
“Melihat dari kejadian ini, kita kan ingin tahu, virus ini african swine fever (ASF) atau bukan, namun tetap masih menunggu,” ungkapnya.
Ia meminta pemerintah cepat bertindak menyelamatkan para peternak yang babinya terkena virus.
“Jadi sebelum diputuskan hasilnya, kita akan terus bergerak dari desa ke desa untuk melakukan penanganan virus yang kita tidak tahu dan tidak ada obatnya,” bebernya