TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane Semarang, Muzaidin (43) untuk kedua kalinya harus berurusan dengan petugas dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng.
Muzaidin teridentifikasi mengatur dan mengendali alur keuangan hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi dari balik penjara.
Muzaidin kembali teridentifikasi setelah adiknya bernama, Anam Muzayadah (30) diciduk petugas BNNP Jateng di Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Kamis (16/1/2020) lalu.
Lalu, anak dari tersangka Muzaidin yakni Muhammad Diki (23) yang sedang berkuliah di Yogyakarta turut ditangkap petugas pada Jumat (17/1/2020) Selang sehari, suami Anam yakni Muhammad Hakimulloh (29) ditangkap juga di Jepara pada Sabtu (18/1/2020) lalu.
Kepala BNNP Jateng, Brigjen Pol Benny Gunawan mengungkapkan, dari penangkapan satu keluarga tersebut, aliran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) teridentifikasi mengalir dari seorang Napi Lapas Kedungpane bernama Muzaidin.
Maka dari itu, kata Benny, Muzaidin terpaksa harus berurusan lagi dengan BNNP Jateng dan dijatuhi tambahan hukuman lagi.
"Itu semua sekeluarga berperan sebagai operator keuangan. Hasil transaksi sabu tersebut kemudian dialirkan oleh Muzaidi ke keluarganya di Jepara dan Jogja.
Sekeluarga ini mengatur, menimbun, dan mengalirkan uang hasil transaksi," jelas Brigjen Pol Benny kepada Tribun Jateng, Selasa (18/2/2020).
Dia melanjutkan, sekeluarga ini punya cara lain agar aliran uang tersebut sulit terpantau oleh regulator pemerintah semacam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia.
Caranya, para tersangka menimbun uang hasil transaksi narkotika di sejumlah Koperasi Unit Desa (KUD) di Jepara.
Dalam modusnya, tambah Benny, para tersangka membuat tabungan simpanan KUD dan simpanan berjangka (deposito).
Anam Muzayadah dan Muhammad Hakimulloh (29) masing-masing memiliki tabungan simpanan KUD.
"Jadi, para tersangka ini paham kalau aliran uang hasil pidana narkotika tidak akan termonitor oleh BI dan OJK jika disimpan di KUD. Ini jadi pembelajaran bersama bagi kita semua," tambahnya.
Sementara, Perwakilan dari OJK Jateng DIY, Arisandi Pamungkas mengucapkan terima kasih atas temuan dari BNNP Jateng.
Temuan tersebut akan langsung ditindaklanjuti oleh OJK selaku regulator dalam hal perbankan.
"Temuan ini akan jadi bahan evaluasi kita dalam mengawasi jasa perbankan. Kita akui, sejauh ini kita belum menyasar hingga tingkat KUD.
Maka dari itu, kami dari OJK siap menindaklanjuti supaya tidak ada lagi temuan-temuan serupa di daerah lainnya," ucap Arisandi.
Kemudian, Kasi Intel BNNP Jateng, Kunarto menambahkan, khusus tersangka Muzaidi akan dijatuhi hukuman pidana untuk ketiga kalinya.
Sebab, Muzaidi pertama kali pernah ditangkap oleh Jajaran Satresnarkoba Polres Jepara pada 2016 lalu karena mengedarkan narkotika.
Lalu, dia pun akhirnya divonis 14 tahun penjara dan menjalani masa tahanan di Lapas Kedungpane.
Tak jera-jera, Muzaidi kembali terciduk pada tahun Februari 2019 lalu saat masih di Lapas.
Dia ditangkap petugas BNNP Jateng karena mengendalikan peredaran narkotika dari balik Lapas.
Temuan terbarunya, Kunarto merinci, total sabu yang dijual dan dikendalikan Muzaidi dari Lapas ada sebanyak 250 gram, sedangkan untuk jenis ekstasi sebanyak 250 butir.
Atas perbuatan satu keluarga ini, mereka akan dijerat primer pasal 3 jo pasal 10, subsider pasal 4 jo pasal 10, lebih subsider pasal 5 ayat 1 jo pasal 10 UH RI Nomer 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun plus denda sebesar Rp 10 miliar.
"Setelah kami telusuri, total nilai aset yang kami sita sejauh ini mencapai Rp 1 miliar lebih dari beragam aset berjalan maupun tidak," pungkas Kunarto. (Tribunjateng/gum).
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Satu Keluarga Asal Jepara Simpan Uang Hasil Peredaran Narkotika di Koperasi Unit Desa